Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Hutan Diancam Dibakar, Kenapa Kepolisian Tak Bertindak?

Kompas.com - 07/09/2016, 08:12 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "Dalam kegelapan, kami tak bisa melihat. Tapi beberapa orang, bukan satu orang, ada yang mengatakan 'bunuh saja mereka, bakar, dibuang saja ke sungai'..."

Kalimat itu dituturkan Edu, polisi hutan yang sempat disandera saat meninjau lokasi kebakaran hutan dan lahan di Rokan Hulu, Riau, pada Jumat (2/9/2016).

Edu menceritakan kembali pengalaman getirnya itu dalam jumpa pers di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Selasa (6/9/2016) kemarin.

Dengan mengenakan seragam polisi hutan lengkap dan memakai topi agar wajahnya tak terlalu tampak jelas dalam sorotan kamera, Edu menceritakan secara detail kejadian yang menimpa dia bersama enam rekannya.

Edu mengatakan, ia bersama enam anggota polisi hutan lainnya tiba di lokasi lahan yang terbakar sekitar pukul 11.00 WIB, Jumat (2/9/2016).

Saat itu, mereka langsung menghubungi pihak PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL) selaku pemilik lahan.

Setelah mendapat izin dari perusahaan, tim lalu mengambil dokumentasi lahan yang terbakar menggunakan kamera dan drone.

Tim juga memasang plang yang menandakan bahwa lokasi tersebut tak boleh diganggu hingga proses penyelidikan selesai.

Saat akan keluar lokasi pukul 16.00 WIB, tim menyadari ada seseorang yang mengikuti mereka. Orang itu kemudian meminta ponton yang akan mereka tumpangi untuk berjalan menjauh dari tepi sungai.

Padahal, melewati sungai dengan ponton adalah satu-satunya jalan bagi mereka untuk keluar dari lokasi.

Tim lalu diminta turun dari mobil dan terlibat negosiasi dengan pihak perusahan dan sejumlah tokoh adat di sana.

Mereka diminta menunjukkan surat tugas, mencabut plang yang sudah dipasang dan menghapus semua dokumentasi.

Setelah diaog yang alot sampai pukul 18.00 WIB, tim KLHK akhirnya memenuhi permintaan tersebut.

Namun setelah permintaan itu dipenuhi, muncul juga permintaan dari tokoh pemuda di sana agar tim menghadirkan Menteri Kelautan dan Kehutanan Siti Nurbaya.

"Kami negosiasi sudah harga mati Menteri LHK yang diinginkan. Akhirnya, kami lapor ke Jakarta," kata dia.

Pihak dari kementerian LHK memberikan instruksi agar tim mempertahankan komunikasi yang kondusif. Tim diminta tak menggunakan senjata dan melakukan komunikasi dengan sebaik-baiknya.

"Kami lakukan apa yang diperintahkan tapi kondisi tak bisa dikendalikan dengan adanya kedatangan warga yang berjumlah ratusan. Karena datangnya menggunakan perahu, bukan tak mungkin mungkin ada yang memobilisasi," ucap Edu.

Saat itulah muncul ancaman bernada provokatif dari warga yang datang. Baru pada pukul 24.00 WIB Kapolres Rukan Hulu tiba di lokasi dan membantu mediasi antara penyandera dan tim KLHK.

Pukul 02.30 WIB dialog selesai dan tim boleh meninggalkan lokasi. Namun, dengan catatan kendaraan yang dipakai dan barang-barang ditinggalkan. Akhirnya tim dievakuasi mengunakan truk ke polres setempat.

(Baca juga: Cerita Polisi Hutan yang Disandera: Diancam Dibakar dan Dibuang ke Sungai)

Dialog

Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar mengatakan, kasus penyanderaan tujuh polisi hutan, tak akan diselesaikan melalui jalur hukum.

Boy menjelaskan, Polri, melalui Kepolisan Resor Rokan Hulu hanya memfasilitasi penyelesaian masalah ini secara dialog.

Proses dialog dilakukan dengan mempertemukan tujuh polisi hutan dan penyidik KLHK tersebut dengan tetua suku dan kelompok yang melakukan penyanderaan.

"Kapolres Rokan Hulu mengambil alih langsung. Itu kan penyanderaan spontan yang dilakukan oleh penduduk. Kapolres hadir bersama anggota mencoba memfasilitasi dialog dengan ninik mamak di sana," ujar Boy.

(Baca: Tak Tempuh Jalur Hukum, Penyanderaan 7 Polhut dan PPNS KLHK Akan Diselesaikan Melalui Dialog)

Menurut Boy, pertemuan tersebut dilakukan untuk mengakomodasi permintaan penyandera dan warga agar bertemu langsung dengan pihak KLHK. Warga berharap, pertemuan dengan pihak KLHK bisa mencari solusi yang adil.

"Mudah-mudahan hal-hal yang dianggap tidak adil melalui proses mediasi bisa jadi lebih reda," kata Boy.

Selain itu, langkah mediasi juga dilakukan agar masyarakat dapat menyelesaikan masalah tanpa kekerasan dan sesuai aturan hukum.

"Ada masalah dibicarakan, didialogkan, itu lebih elegan, bermartabat, ketimbang masyarakat pada akhirnya terjebak pada perbuatan yang melanggar hukum dan nanti mempersulit posisi masyarakat juga," kata dia.

Masih mengkaji

Menteri LHK Siti Nurbaya mengecam keras penyanderaan yang dilakukan terhadap penyidiknya. Ia menyebut bahwa penyanderaan itu merendahkan negara.

Ia juga mempunyai dugaan kuat bahwa penyanderaan itu bukan atas inisiatif warga semata, namun didalangi oleh PT APSL yang diduga sengaja membakar lahan miliknya.

(Baca: Tujuh Polisi Hutan dan Petugas Disandera Usai Segel Lahan, Pemerintah Kini Incar PT APSL)

Kendati demikian, hingga saat ini Kementerian LHK juga belum memutuskan untuk menyampaikan laporan resmi ke kepolisian. Siti mengaku bahwa pihaknya masih mempelajari penyanderaan itu.

"Ini kan delik aduan. Kami pelajari dulu. Kalau diperlukan kami akan sampaikan pengaduan itu," kata Siti Nurbaya dalam jumpa pers di kantornya, Selasa (6/9/2016).

(Baca: Kementerian LHK Kaji Pidanakan Perusahaan Penyandera Polisi Hutan)

Siti mengatakan, ia sudah melaporkan peristiwa penyanderaan kepada Presiden Joko Widodo. Ia juga akan segera berkomunikasi dengan Menteri Politik Hukum dan Keamanan Wiranto.

"Kami lagi korek datanya dulu karena banyak versi di luar. Koreksi faktanya saja, faktanya apa sih," ucap Siti.

Disayangkan

Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo menyesalkan sikap kepolisian yang enggan menindak pelaku penyanderaan.

Ia menegaskan, tak boleh ada tindakan main hakim sendiri dan penegakan hukum harus diutamakan.

Jika memang terbukti ada korporasi yang menggerakkan massa untuk melakukan penyanderaan petugas, Bambang meminta Polri tak ragu untuk ikut menindak perusahaan tersebut.

"Apapun, tindakan main hakim sendiri harus ditindak tegas oleh penegak hukum, terutama Polri," ujar Bambang.

(Baca juga: Pimpinan Komisi III Desak Polri Tindak Para Penyandera PPNS dan Polhut di Riau)

Ketua MPR Zulkifli Hasan juga menyatakan, kasus penyanderaan tujuh polisi kehutanan di Rokan Hulu, Riau, harus dibawa ke ranah hukum. 

"Kita ini negara hukum. Jadi kalau orang memaksakan kehendak atau sandera-menyandera tentu akan menghadapi aparat hukum untuk ditindak tegas. Apalagi polisi hutan itu kan aparatur resmi yang sah di Riau," ucap Zulkifli.

(Baca: Ketua MPR: Tindak Hukum Penyandera Polisi Hutan!)

Kompas TV 7 Tim Kebakaran Hutan yang Disandera Sudah Bebas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga di 3 Desa Dievakuasi

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga di 3 Desa Dievakuasi

Nasional
Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Nasional
Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Nasional
Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Nasional
Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Nasional
Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Nasional
Prabowo 'Tak Mau Diganggu' Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Prabowo "Tak Mau Diganggu" Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Nasional
JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

Nasional
Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Nasional
Polri Buru Dalang 'Illegal Fishing' Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Polri Buru Dalang "Illegal Fishing" Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Nasional
Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Nasional
BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

Nasional
UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

Nasional
Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com