Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dana Aspirasi Jadi Bancakan, FITRA Gugat Aturan dalam UU MD3

Kompas.com - 02/09/2016, 13:26 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) berencana mengajukan judicial review atau peninjauan kembali pasal yang mengatur mengenai dana aspirasi DPR dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR dan DPRD (UU MD3).

FITRA menganggap Pasal 80 huruf J UU MD3 yang mengatur Anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan bisa menjadi pintu utama korupsi.

"Untuk itu, FITRA akan melakukan judicial review atas UU No.17/2014 ini untuk menyelamatkan APBN dan pemerataan pembangunan daerah," kata Manager Advokasi dan Investigasi FITRA Apung Widadi dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (2/9/2016).

Apung mengatakan, saat ini FITRA sedang menyiapkan materi gugatan. Begitu rampung, uji materi akan segera didaftarkan ke sekeretariat MK.

(Baca: Damayanti: 54 Anggota Komisi V DPR Ikut Usulkan Program Aspirasi)

Ia menambahkan, saat ini setidaknya sudah ada dua kasus korupsi yang berhubungan dengan dana aspirasi DPR, yakni yang menjerat Anggota DPR Fraksi Demokrat I Putu Sudiartana dan Anggota DPR Fraksi PDI-P Damayanti Wisnu Putranti.

Dalam kasus Damayanti, misalnya, proyek yang diurus adalah pelebaran pembangunan Jalan Tehoru-Laimu Maluku Utara senilai Rp 41 milyir. Fee yang diberikan oleh pengusaha yang akan melaksanakan sebesar Rp 3,2 miliar.

Perjanjiannya kalau mulus maka Damayanti akan dapat 8 persen dari total proyek. Beberapa anggota DPR lain juga diduga kecripatan dalam kasus ini.

(Baca: Operasi Tangkap Tangan KPK Terkait Proyek Jalan Rp 300 M di Sumbar)

Lebih mencengankan, lanjut Apung, I Putu Sudiartana mengurus proyek senilai Rp 300 miliar untuk pembangunan jalan di Sumatera. Fee diduga telah dicairkan Rp.3,28 miliar, dari kurang lebih 7-8 persen dari total anggaran proyek.

"Dua kasus tersebut sangat besar nilai nominlnya, baik dari jumlah anggaran Proyek maupun fee yang diterima. Dari kasus tersebut, FITRA menganalisa bahwa dana aspirasi merupakan dana siluman yang harus segera diberantas karena sumber korupsi," ucap Apung.

(Baca: "Kicauan" Damayanti Soal Kode dan Daftar Penerima Suap di Komisi V DPR)

Apung menambahkan, biasanya dana aspirasi ini tidak ada dalam nomenklatur APBN. Namun dana ini diduga mendompleng Dana tranfer ke Daerah seperti Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus Fisik Infratruktur.

Padahal, dalam APBN-P 2016 saat ini, dana tranfer ke daerah sangat besar, melebihi anggaran Kementerian senilai Rp 276,3 Triliun.

"Semua dana itu diduga didomolengi oleh kepentingan politik dan rente. Jika rumus 7-8 persen untuk transaksi korupsi, maka setahun kira-kira Rp. 22,8 Triliun lenyap menjadi bancakan elit dan pengusaha," ucap Apung.

Kompas TV Bagi-Bagi Jatah Proyek, Damayanti: Sistemnya Gitu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

Nasional
Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Nasional
PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

Nasional
SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

Nasional
Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Nasional
Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Nasional
Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Nasional
Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Nasional
Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Nasional
Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Nasional
Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Nasional
Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis 'Mercy'

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis "Mercy"

Nasional
26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com