Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Nilai Kerumitan Syarat "Justice Collaborator" Hanya soal Administrasi, Tak Perlu Dihapus

Kompas.com - 01/09/2016, 20:37 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemberian remisi terhadap narapidana kejahatan luar biasa  mengharuskan adanya rekomendasi justice collaborator (JC) dari aparat penegak hukum terkait, seperti kepolisian, kejaksaan, atau Komisi Pemberantasan Korupsi.

Hal ini, membuat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM merasa kebingungan untuk memberikan remisi terhadap narapidana pelaku tindak pidana korupsi, terorisme, dan narkotika.

Sebab, menurut Ditjen PAS, remisi seharusnya hanya diberikan oleh pihak Kemenkumham tanpa harus ada rekomendasi JC dari aparat penegak hukum lain.

Oleh karena itu, Kemenkumham memberikan solusi untuk mencoba format baru dengan menghilangkan JC dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur soal remisi.

Menanggapi itu, anggota Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi, Rasamala Aritonang menjelaskan, permasalahan tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) atas sistem pemberian rekomendasi justice collaborator.

Karena itu, Rasamala pun menilai bahwa yang seharusnya dilakukan adalah pembenahan, dan bukan penghapusan aturan JC.

"Ini mesti diluruskan. Soal administrasi yang harus dibenarkan, bukan menghapus syarat JC dalam remisi," ujar Rasamala dalam diskusi "RPP Warga Binaan untuk Siapa?" di Sekretariat ICW, Jakarta, Kamis (1/9/2016).

Menurut Rasamala, pihak aparat penegak hukum, termasuk KPK telah memiliki prosedur sesuai kebijakan yang berlaku dalam pemberian rekomendasi JC.

"Jadi rekomendasi itu kami berikan kepada Kemenkumham untuk dilanjutkan ke Ditjen PAS," ujar Rasamala.

Menurut Rasamala, rekomendasi JC untuk pemberian remisi sebenarnya sudah ditetapkan sebelum seorang narapidana masuk ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama di Dalam Tindak Pidana Tertentu butir 9 huruf b.

Ini juga diatur dalam Peraturan Bersama Menkumham, Jaksa Agung RI, Kapolri, KPK, dan LPSK tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerja sama Pasal 10 ayat (2).

"Namun, seringkali Ditjen PAS belum mengetahui mekanisme ini. Sehingga Ditjen PAS mengajukan surat permintaan keterangan rekomendasi JC kepada KPK untuk narapidana," ujar Rasamala.

Selain itu, tambah Rasamala, surat rekomendasi JC juga termasuk dalam kelengkapan berkas administrasi yang harus dipenuhi untuk memperoleh remisi.

"Jadi tinggal lakukan cross-check status tersebut melalui salinan putusan," kata dia.

Humas Ditjen PAS Akbar Hadi Prabowo sebelumnya menyatakan bahwa dalam PP Nomor 99/2012, ketentuan JC bukanlah ranah dari Kemenkumham, khususnya Ditjen PAS.

(Baca: Ini Alasan Dihilangkannya Syarat "Justice Collaborator" dalam Revisi PP Remisi)

Hal tersebut, menurut Hadi, membingungkan Ditjen PAS dalam memberikan remisi kepada narapidana yang telah sesuai syarat pokok remisi.

"Akhirnya ketika napi diusulkan untuk mendapatkan remisi kalaupun sudah waktunya, itu ada satu persyaratan yang digantungkan," ujar Hadi.

Kompas TV Wacana Permudah Syarat Remisi Koruptor Muncul
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri Lewat Jalur Khusus

Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri Lewat Jalur Khusus

Nasional
Polri Buru Dalang 'Illegal Fishing' Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Polri Buru Dalang "Illegal Fishing" Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Nasional
Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Nasional
BPK Periksa SYL Soal dugaan Auditor Minta Rp 12 M

BPK Periksa SYL Soal dugaan Auditor Minta Rp 12 M

Nasional
UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

Nasional
Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Nasional
Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Nasional
Kasus 'Ilegal Fishing' 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Kasus "Ilegal Fishing" 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Nasional
Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Nasional
Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Nasional
BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Nasional
Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com