Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meninjau Ulang "Justice Collaborator"

Kompas.com - 24/06/2016, 09:34 WIB

Oleh: Irene Sarwindaningrum dan Rini Kustiasih

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 Poin 9a membatasi syarat justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama membongkar kejahatan. Status itu tidak boleh disematkan kepada pelaku utama tindak pidana.

Ini menjadi pangkal dari perbedaan pandangan terkait status seorang terdakwa sebagai justice collaborator.

Momen ini terekam di ruang sidang Cakra 1 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (9/6), saat vonis terhadap Abdul Khoir, terdakwa pemberi suap empat anggota Komisi V DPR, dibacakan.

Napas tertahan tanda terkejut terdengar di ruang sidang yang hening saat Ketua Majelis Hakim Mien Trisnawati membacakan amar putusan. Abdul, Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama, meninggalkan ruang sidang dengan wajah tegang tanpa memedulikan rombongan wartawan yang menanti komentarnya.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang dipimpin Mien menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan.

Padahal, ia menyandang status justice collaborator (JC) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Vonis itu hampir dua kali lebih berat dari tuntutan jaksa KPK, yaitu 2 tahun 6 bulan dan denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai status JC yang disematkan KPK kepada Abdul tak tepat.

Sebab, menurut majelis, Abdul adalah pelaku utama. Ini tak sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 4/2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu, khususnya poin 9a.

Sepekan kemudian, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan, KPK akan mengajukan banding terhadap putusan Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap Abdul Khoir tersebut.

"Kami mengetahui bahwa Abdul Khoir itu adalah pelaku. Akan tetapi, di sisi lain ia konsisten membantu KPK mengungkap jaringan lebih luas dalam kasus ini sehingga kami mendapatkan akses lebih luas untuk mendalami kasus ini," katanya.

Laode berharap hakim pada pengadilan tingkat banding akan mempertimbangkan usulan status JC tersebut. Apalagi KPK masih memerlukan keterangan Abdul Khoir untuk kasus lainnya.

Inilah gambaran di mana sudut pandang KPK dan hakim belum sama terkait status tersebut. Di satu sisi, putusan majelis hakim di kasus Abdul Khoir sudah sesuai pedoman.

Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Akhiar Salmi, mengatakan, selain putusan hakim tak bisa diintervensi, putusan itu sesuai dengan SEMA No 4/2011.

"Bisa jadi ada beda perspektif dalam memandang pelaku utama. Bagi jaksa, dia bukan pelaku utama. Tapi bagi hakim, iya. Maka, keputusan hakim dalam hal ini yang lebih mengikat," katanya.

Namun, putusan untuk menolak status JC dalam kasus korupsi juga dikritik tak tepat oleh sejumlah akademisi, lembaga penelitian dan penggiat anti korupsi.

Penolakan status ini dikhawatirkan membuat para pelaku enggan bekerja sama membongkar kejahatan korupsi di masa mendatang.

"Peran justice collaborator ini sangat penting dalam membongkar kasus korupsi," kata Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar

Catatan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menunjukkan, penolakan status JC Abdul Khoir bukan yang pertama. Pada 2014, pengadilan juga menghukum Kosasih Abbas lebih berat dari tuntutan jaksa karena dianggap sebagai pelaku utama.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com