JAKARTA, KOMPAS.com - Penghapusan syarat justice collaborator (JC) sebagai syarat remisi dalam revisi PP No 99/2012 disebabkan adanya kebingungan dari Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham), khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) dalam memberikan remisi terhadap narapidana bagi pelaku tindak pidana korupsi, terorisme, dan narkotika.
Humas Ditjen PAS Akbar Hadi Prabowo menyatakan bahwa dalam PP No. 99/2012, ketentuan JC bukanlah ranah dari Kemenkumham, khususnya Ditjen PAS.
"Kami kan punya ranah sendiri, begitu pula kepolisian, kejaksaan, pengadilan. Ketika seorang terpidana telah dieksekusi dan menjadi narapidana, maka sudah menjadi ranah Kemenkumham, yaitu Ditjen PAS. Dalam PP No. 99/2012 ini ada yang menurut kami janggal, yaitu di sana mencantumkan harus ada JC yang bukan ranah kami," ujar Hadi di Jakarta, Senin (15/8/2016).
(Baca: Revisi PP Remisi Dianggap Jadi "Karpet Merah" Koruptor, Ini Penjelasan Menteri Yasonna)
Hal tersebut, menurut Hadi, membingungkan Ditjen PAS dalam memberikan remisi kepada narapidana yang telah sesuai syarat pokok remisi.
"Akhirnya ketika napi diusulkan untuk mendapatkan remisi kalaupun sudah waktunya, itu ada satu persyaratan yang digantungkan," tandas Hadi.
Oleh karena itu, lanjut Hadi, Kemenkumham memberikan solusi untuk mencoba format baru dengan menghilangkan JC tanpa menghilangkan fungsinya dalam revisi PP 99/2012.
"Yaitu dengan adanya Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). Kami pikir itu jauh lebih komprehensif," lanjutnya.
Adapun TPP nantinya bertugas menentukan remisi bagi narapidana bagi pelaku tindak pidana korupsi, terorisme, dan narkotika. TPP pun akan diisi oleh orang-orang dari berbagai lembaga, seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan.