Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kalau ke Jokowi, Semoga Tuhan Menyentuh Hati Dia..."

Kompas.com - 28/07/2016, 21:10 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah dianggap mengabaikan hak terpidana mati untuk meminta pengampunan kepada Presiden Joko Widodo melalui grasi.

Terpidana mati asal Nigeria, Humphrey Ejike, melalui pengacaranya, Ricky Gunawan, mengatakan bahwa pemerintah seolah mengabaikan grasi yang dia ajukan.

Permintaan grasi Humphrey didaftarkan pada Senin (25/7/2016) lalu.

Namun, pada Senin siang, Humphrey tetap dipindahkan ke ruang isolasi di Lapas Nusakambangan.

"Kami kirim surat pengantar ke Kejagung, ke Kemenkumham, ke Kemenko Polhukam, ke Kemenlu, bahwa kami sudah daftarkan grasi. Jadi, tolong hormati proses grasinya," ujar Ricky saat dihubungi, Kamis (28/7/2016).

Namun, upaya meminta pengampunan Presiden sia-sia.

Humphrey dan para terpidana mati lainnya yang juga mengajukan grasi tetap masuk dalam daftar eksekusi mati gelombang tiga.

Ricky mengatakan, kliennya pasrah dengan keadaan itu.

Saat mengunjungi Humphrey, pada Kamis petang, Ricky mengatakan, kliennya menitipkan pesan terakhir untuk pemerintah. Apa isi pesan Humphrey?

"Kalau ke Jokowi, dia bilang semoga Tuhan menyentuh hati dia (Jokowi). Itu yang dia tekankan," kata Ricky.

Menurut Ricky, Humphrey meminta agar pihak keluarga dan pengacara yang telah membelanya tidak perlu merasa bersalah karena upaya pembelaannya tidak maksimal.

Ricky mengatakan, kliennya menyadari bahwa Pemerintah Indonesia telah mengabaikan hak-hak terpidana mati sebelum menjalani eksekusi.

"Katanya tidak apa-apa, ini memang pemerintah ini bersikeras memaksakan eksekusi, padahal jelas-jelas semuanya masih punya problem hukum," kata Ricky.

"Beberapa orang masih mengajukan grasi dan jangka waktunya ini belum 3 x 24 jam," lanjut dia.

Selain itu, Ricky mengatakan, kliennya memprotes bahwa sebagian besar terpidana mati yang masuk dalam daftar eksekusi merupakan warga negara Nigeria.

"Yang saya tangkap, beberapa terpidana mati ini mengeluhkan kok dari 14 orang, 8 orang Nigeria semua, terus pada masih grasi. Ini kan tidak adil," kata Ricky.

Saat ini, suasana di Nusakambangan sudah steril. Penjagaan di sekitar ring I semakin diperketat oleh penjagaan polisi.

Hanya, belum bisa dipastikan kapan eksekusi mati dilakukan.

"Informasi resmi belum ada, yamg jelas saya disuruh standby nanti malam," kata Ricky.

Humphrey divonis mati tahun 2003 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas kepemilikan 1,7 kilogram heroin. Diketahui, ia merupakan otak dari sindikat narkoba di Depok.

Namun, hukuman mati tak lantas membuat Humphrey jera.

Ia masih menjalankan bisnisnya di balik jeruji besi dan kembali diringkus Badan Narkotika Nasional pada tahun 2012.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Harvey Moeis Bukan Pemilik Jet Pribadi, tetapi 32 Kali Jadi Penumpang

Kejagung: Harvey Moeis Bukan Pemilik Jet Pribadi, tetapi 32 Kali Jadi Penumpang

Nasional
KY Loloskan 19 Calon Hakim Agung dan 3 Ad Hoc HAM untuk MA

KY Loloskan 19 Calon Hakim Agung dan 3 Ad Hoc HAM untuk MA

Nasional
Loyalitas Pegawai KPK Dikeluhkan, Rekrutmen Independen Patut Dipertimbangkan

Loyalitas Pegawai KPK Dikeluhkan, Rekrutmen Independen Patut Dipertimbangkan

Nasional
KPK Mesti Lakukan Terobosan Supaya Pegawai Independen dan Loyal

KPK Mesti Lakukan Terobosan Supaya Pegawai Independen dan Loyal

Nasional
Belum Lirik Sandiaga, PKB Masih Prioritaskan Marzuki Mustamar untuk Pilkada Jatim

Belum Lirik Sandiaga, PKB Masih Prioritaskan Marzuki Mustamar untuk Pilkada Jatim

Nasional
Menkes Sebut Dokter Asing Didatangkan untuk Selamatkan Bayi Kelainan Jantung

Menkes Sebut Dokter Asing Didatangkan untuk Selamatkan Bayi Kelainan Jantung

Nasional
MKD Sebut Perputaran Dana Dugaan Judi Online di DPR Capai Rp 1,9 Miiar

MKD Sebut Perputaran Dana Dugaan Judi Online di DPR Capai Rp 1,9 Miiar

Nasional
DPR Desak Kapolri Buka Lagi Kasus Afif yang Tewas Diduga Dianiaya Polisi

DPR Desak Kapolri Buka Lagi Kasus Afif yang Tewas Diduga Dianiaya Polisi

Nasional
Bantah KPK, Kejagung: Kami Terbuka Jalankan Fungsi Koordinasi dan Supervisi

Bantah KPK, Kejagung: Kami Terbuka Jalankan Fungsi Koordinasi dan Supervisi

Nasional
Soal Revisi UU Polri, Pengawasan Eksternal Harusnya Ditingkatkan lewat Dewan Kepolisian Nasional

Soal Revisi UU Polri, Pengawasan Eksternal Harusnya Ditingkatkan lewat Dewan Kepolisian Nasional

Nasional
Jokowi, Luhut Hingga Sri Mulyani Bahas Aturan IUPK Batu Bara, Pajaknya Bakal Naik?

Jokowi, Luhut Hingga Sri Mulyani Bahas Aturan IUPK Batu Bara, Pajaknya Bakal Naik?

Nasional
Menkes Akui Harga Obat di Indonesia Lebih Mahal Dibanding Malaysia, Inefisiensi Penyebabnya

Menkes Akui Harga Obat di Indonesia Lebih Mahal Dibanding Malaysia, Inefisiensi Penyebabnya

Nasional
Redupnya Politik Buruh di Panggung Elektoral

Redupnya Politik Buruh di Panggung Elektoral

Nasional
DPR Undang Para Eks Mendikbud Bahas Biaya Pendidikan, Anies Tak Hadir

DPR Undang Para Eks Mendikbud Bahas Biaya Pendidikan, Anies Tak Hadir

Nasional
Kapolri: Pengawas Eksternal Juga Monitor Penanganan Kasus Dugaan Penganiayaan AM di Padang

Kapolri: Pengawas Eksternal Juga Monitor Penanganan Kasus Dugaan Penganiayaan AM di Padang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com