JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memastikan tiga nama terpidana mati yang beredar akan menjalani eksekusi mati tahap ketiga.
Salah satunya adalah terpidana mati kasus narkotika, Freddy Budiman.
"Freddy masuk, akan kami eksekusi untuk tahap ketiga," ujar Prasetyo di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (27/7/2016).
Freddy yang merupakan terpidana mati kasus narkotika divonis mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 2012 karena "mengimpor" 1,4 juta butir ekstasi dari Tiongkok.
Freddy diduga masih mengatur peredaran narkotika dari balik jeruji. Selain di Jakarta, ia juga mengedarkan ekstasi ke Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar.
Selain Freddy, ada dua terpidana mati lain yang dibenarkan Prasetyo yaitu Merry Utami, warga negara Indonesia dan Zulfiqar Ali, warga negara Pakistan.
"Zulfiqar juga masuk, Merry Utami juga," kata Prasetyo.
Zulfiqar merupakan terpidana mati kasus narkotika yang diputus tahun 2004. Ada permintaan dari sejumlah kalangan agar eksekusi mati terhadap Zulfiqar dibatalkan.
Menurut Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf, selama proses penangkapan dan penahanan, Zulfiqar kerap mengalami penyiksaan dan kekerasan oleh oknum kepolisian untuk mengakui kepemilikan heroin tersebut.
Kejanggalan lainnya yaitu selain tidak didampingi penasehat hukum hingga disidang pertama kali di Pengadilan Negeri Tangerang,
Zulfiqar juga tidak didampingi oleh penerjemah. Zulfiqar pun tidak diperkenankan menghubungi Kedutaan Besar Pakistan sejak ditangkap.
Terlebih lagi, saksi kunci dalam kasus itu, Gurdiph Singh, telah mencabut keterangan yang memberatkan kliennya.
Heroin itu bukan milik Zulfiqar, melainkan milik warga negara Nigeria bernama Hilary. Ia dijanjikan akan diringankan hukumannya bila menyebut Zulfiqar sebagai pemilik heroin.
(Baca: Jokowi Diminta Batalkan Rencana Eksekusi Mati Zulfiqar Ali)
Sementara Merry ditangkap di Bandara Soekarno Hatta karena membawa 1,1 kilogram heroin. Pengadilan Negeri Tangerang menjatuhkan hukuman mati kepadanya tahun 2003.
Namun, Komnas Perempuan menyebut Merry terindikasi korban perdagangan orang. Merry dititipkan tas di Nepal oleh kekasihnya, Jerry, melalui Muhammad dan Badru.
(Baca: Komnas Perempuan Minta Presiden Jokowi Tunda Eksekusi Merry)
Saat diserahkan, Marry curiga karena tas tersebut lebih berat dari biasanya. Ia mendapat jawaban bahwa itu adalah tas kulit berkualitas bagus.
Merry membawa tas itu ke Jakarta pada 31 Oktober 2001 seorang diri melalui bandara Soekarno-Hatta. Merry pun ditangkap di Bandara Soekarno Hatta karena membawa 1,1 kilogram heroin yang terdapat di dinding tas.
Prasetyo memastikan ada 14 terpidana mati yang akan dieksekusi. Mengenai waktu pelaksanaan, ia masih belum secara gamblang menyebutkan tanggal.
Sementara para tersangka terpidana mati menyebut bahwa Sabtu (30/7/2016) malam merupakan hari eksekusi itu.
"Mudah-mudahanan tidak ada halangan. Kalau semua sudah final, tidak ada yang kita tunda-tunda," ujar Prasetyo.