JAKARTA, KOMPAS.com - Komnas Perempuan meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk mempertimbangkan lembar fakta terkait terpidana hukuman mati Merry Utami.
Komnas Perempuan berharap Presiden menunda hukumam mati sampai mempelajari masukan yang diberikan Komnas Perempuan.
"Dia sudah dibawa ke lapas Nusakambangan," kata Ketua Komnas Perempuan Azriana di kantornya, Jakarta, Selasa (26/7/2016).
"Dalam bayangan kami, bisa saja masuk dalam daftar terpidana mati yang akan dieksekusi tahap tiga ini. Dan kami berharap semoga dia bisa diselamatkan," ujarnya.
Berdasarkan lembar fakta Komnas Perempuan, Merry terindikasi korban perdagangan orang. Merry dititipkan tas di Nepal oleh kekasihnya, Jerry, melalui Muhammad dan Badru.
Jerry yang semula di Nepal berlibur bersama Merry, kembali ke Jakarta lebih dulu karena ingin mengurus bisnisnya.
Saat diserahkan, Marry sempat bertanya mengapa tas tersebut lebih berat dari biasanya. Ia mendapat jawaban dari Muhammad bahwa itu adalah tas kulit berkualitas bagus.
Merry membawa tas itu ke Jakarta pada 31 Oktober 2001 seorang diri melalui bandara Soekarno-Hatta. Merry pun ditangkap di Bandara Soekarno Hatta karena membawa 1,1 kilogram heroin yang terdapat di dinding tas.
Pengadilan Negeri Tangerang menjatuhkan hukuman mati kepadanya tahun 2003.
Azriana berharap penegak hukum Indonesia tidak melihat melihat kasus perempuan yang terlibat sindikasi narkoba secara hitam putih.
Menurut dia, diperlukan penyikapan yang komprehensif terhadap kasus sindikasi narkoba.
"Ketika seseorang terjebak dalam sindikasi narkoba karena kemiskinan itu juga harus diintervensi persoalan kemiskinan nya. Nah, ketika dia adalah korban perdagangan orang, persoalan perdagangan orangnya juga harus dintervensi," ucap Azriana.
Azriana menilai jika penegak hukum tidak mempersoalkan perlindungan manusia dari indikasi perdagangan orang, maka pelaku kejahatan sebenarnya tidak pernah tersentuh.