JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono menilai pemerintah belum memberi perhatian khusus terhadap terpidana usia anak-anak, khususnya untuk tempat mereka menjalani masa tahanan.
Semestinya, kata Supriyadi, anak berusia 14 tahun -18 tahun yang tersangkut kasus hukum semestinya dititipkan di Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS). Hal tersebut tertera dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
"Anak seharusnya tidak dimasukkan ke dalam rutan, baik rutan yang dikelola oleh Dirjen Lapas maupun rutan yang dikelola Polri. Pelanggaran atas hal ini jelas bertentangan dengan perintah UU SPPA dan pelanggaran atas hak anak," ujar Supriyadi melalui siaran pers, Minggu (24/7/2016).
Lewat empat tahun dari waktu pemgesahan UU SPPA, namun regulasi lendukungnya tak kunjung selesai. Dalam undang-undang tercantum bahwa pemerintah wajib membuat enam materi dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan dua materi dalam bentuk Peraturan Presiden.
Namun, pemerintah baru merampungkan dua materi PP tentang Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 Tahun dan Peraturan Presiden tentang Pelatihan Aparat Penegakan Hukum.
Salah satu permasalahannya saat ini adalah minimnya jumlah institusi baru pengganti tempat penangkapan dan penahanan anak.
UU SPPA telah mendorong lahirnya empat lembaga, yakni Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS), Ruang Pelayanan Khusus anak (RPKA), dan LPAS sebagai Pengganti tempat penangkapan, penahanan dan lapas anak.
LPKA adalah lembaga atau tempat Anak menjalani masa pidananya. Sedangkan LPAS adalah tempat sementara bagi anak selama proses peradilan berlangsung.
LPKS adalah tempat penitipan anak yang ditangkap jika belum ada ruang pelayanan khusus anak dan tempat pembinaan anak di bawah usia 12 tahun. Sedangkan RPKA adalah tempat penitipan anak yang ditangkap selama 1x24 jam.
"Jadi untuk melindungi keamanan anak, maka UU SPPA memerintahkan dapat dilakukan penempatan anak di LPKS sebagai pengganti LPAS," kata Supriyadi.
Supriyadi mengatakan, saat ini belum banyak LPAS dan LPSK yang tersedia di Indonesia. Akibatnya, aparat penegak hukum sering kali bingung ke mana anak yang bersangkutan akan ditempatkan.
Mendesak
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pemasyarakat per tanggal 23 Juli 2016, jumlah tahanan anak yang terdaftar di UPT yang dikelola Ditjen PAS di 33 wilayah berjumlah 1.002 tahanan.
Jumlah ini lebih banyak di banding tahun 2015, yakni 692 tahanan. Sementara untuk jumlah anak yang menjadi narapidana yang tersebar di 33 wilayah berjumlah 2.957 anak.
Menurut Supriyadi, semestinya dengan berjalannya UU SPPA, maka jumlah anak dalam rutan akan berkurang. Muncul opsi untuk menitipkan anak-anak tersebut ke Dinas Sosial, namun prosesnya pun tidak mudah.