JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon menilai Polri dan TNI belum memiliki pemahaman yang sama dalam proses penyusunan Revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Fadli menambahkan, hal itu terlihat saat Polri dan TNI hadir dalam rapat dengar pendapat (RDP) untuk memberi masukan terhadap RUU tersebut di DPR.
"Saya lihat antara Polri dan TNI sepertinya belum ada kesamaan pandangan, Polri inginnya pemberantasan terorisme tetap dalam ranah hukum pidana, sedangkan TNI inginnya melalui pendekatan perang," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (14/7/2016).
Fadli mengatakan, dalam dua kutub perbedaan pendapat tersebut, seharusnya Pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), mengadakan rapat bersama TNI dan Polri untuk menyatukan pandangan secara intensif.
(Baca: Pasal Pelibatan TNI dalam RUU Terorisme Dinilai Rentan Pelanggaran HAM)
"Supaya semua punya pandangan yang sama dan jelas, makanya Menkopolhukam dan mitra kerjanya perlu mendudukan, apakah terorisme ini murni suatu hal yang mengancam kedaulatan negara, atau hanya tindak kriminal dengan efek yang luar biasa," tutur Fadli.
Fadli pun mengatakan jika memang terdapat irisan di antara keduanya, maka perlu dibagi secara tegas peranan Polri dan TNI dalam memberantas terorisme, termasuk juga leading sectornya.
(Baca: Pasal dalam RUU Anti-Terorisme soal Pelibatan TNI Diminta Dicabut)
"Jadi jangan seperti yang sudah-sudah, kemarin TNI dan Polri di DPR seperti bola liar saja dalam menyampaikan pandangan dan cenderungnya tidak ketemu dalam satu pemahaman," papar Fadli.
Sebelumnya, diberitakan RUU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ditargetkan rampung akhir Oktober 2016.
Anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU Terorisme, Arsul Sani mengatakan, saat ini revisi UU tersebut masih pada tahapan meminta masukan dari masyarakat dan instansi terkait.
"Target akhir Oktober. Dengan catatan semua berjalan dengan lancar," tutur Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/7/2016).
(Baca: BAIS Sebut TNI Perlu Dilibatkan secara Aktif dalam Berantas Terorisme)
Arsul menambahkan, kemungkinan pekan depan, Pansus RUU Terorisme melakukan kunjungan ke beberapa daerah yang selama ini kerap diasosiasikan dengan aktivitas terorisme. Seperti Solo, Poso, Bima. Setelah itu, Daerah Inventarisasi Masalah (DIM) disusun oleh fraksi.
"Kami akan tanya sama masyarakat, kenapa mereka radikal, kok mereka jadi begitu, dan sebagainya," kata Arsul.
Ketua DPR RI, Ade Komarudin sebelumnya berharap, agar pembahasan revisi UU Terorisme dapat segera diselesaikan supaya peristiwa serupa bom di Mapolresta Solo atau rentetan peristiwa teror sebelumnya, dapat diantisipasi sejak dini.
"Kalau UU itu sudah jadi. Ini PR juga untuk Kapolri baru, Pak Tito. Bukan hanya dapat menindak di tempat, tapi juga pencegahan secara ideologi dan praktik agar tidak terjadi (teror) lagi," ujar politisi Partai Golkar itu.