Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Pasal yang Dianggap Kontroversial dalam Draf RUU Anti-Terorisme

Kompas.com - 04/03/2016, 14:34 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti dari Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, mengatakan, ada beberapa pasal kontroversial bila rancangan undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana terorisme disahkan.

Substansi RUU yang dianggap kontroversial antara lain Pasal 43 A dan Pasal 43 B. Dalam Pasal 43A draf RUU Anti-Terorisme disebutkan bahwa "penyidik atau penuntut umum dalam rangka penanggulangan dapat mencegah orang yang diduga akan melakukan tindak pidana terorisme untuk dibawa dan ditempatkan pada tempat tertentu dalam waktu paling lama 6 bulan."

Ketentuan ini tidak menjelaskan tempat apa yang dimaksud. (Baca: Ini Poin yang Seharusnya Jadi Fokus Revisi UU Pemberantasan Terorisme)

"Apakah tempat tahanan seperti di LP Brimob atau tempat tahanan kejaksaan atau tempat tahanan khusus seperti yang akan dibangun di Sentul?" ujar Bonar di kantor Setara Institute, Jakarta, Kamis (3/3/2016).

Menurut Bonar, penempatan terduga tindak pidana terorisme pada tempat tertentu merupakan bentuk penahanan sewenang-wenang. (Baca: Revisi UU Antiterorisme Diminta Tak Ciptakan Guantanamo di Indonesia)

Sekalipun istilah yang digunakan adalah “ditempatkan” pada tempat tertentu, tetapi yang sebenarnya adalah penahanan seseorang selama 6 bulan dengan status hukum yang belum jelas.

"Sementara penahanan hanya dibenarkan terhadap seseorang dengan status hukum yang jelas (tersangka, terdakwa, terpidana)," kata Bonar.

Lalu, Pasal 43 B dianggapnya mengaburkan kewenangan penanganan tindak pidana terorisme karena menyejajarkan institusi Polri dan TNI sebagai pihak yang diberi mandat melaksanakan strategi nasional penanggulangan tindak pidana terorisme.

Bonar berpandangan bahwa penanganan terorisme adalah kewenangan Polri. Institusi lain, termasuk TNI dan BIN, bekerja di bawah koordinasi Polri karena pemberantasan terorisme adalah proses penegakan hukum yang menjadi ranah Polri.

"Momentum revisi UU Anti-Terorisme sejatinya digunakan untuk mempertegas fungsi koordinasi antar-institusi pemerintah dalam penanganan tindak pidana terorisme," kata Bonar.

Revisi UU Anti-Terorisme muncul pascaserangan teroris di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat. Pemerintah merasa pencegahan aksi terorisme terhalang UU yang ada saat ini. (Baca: Luhut: Saya Berdoa Tak Ada Bom Meledak Dekat Penolak RUU Antiterorisme)

Untuk mencegah kembali terjadi lagi serangan kelompok teroris, pemerintah mendorong revisi segera dirampungkan.

RUU itu akan dibahas antara pemerintah dan DPR dalam panitia khusus.

Kompas TV Polisi Periksa 2 Saksi Terkait Terorisme
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com