JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu membenarkan ada permintaan tebusan dari kelompok bersenjata yang menyandera warga negara Indonesia.
Kelompok penyandera di bawah pimpinan Abu Sayyaf.
Namun, Ryamizard menegaskan, Pemerintah Indonesia tidak akan membayar uang tebusan yang diminta kelompok penyandera tujuh WNI di Filipina tersebut.
Tidak hanya pemerintah Indonesia, kata Ryamizard, Pemerintah Filipina pun tak ingin memenuhi permintaan tebusan itu.
"Filipina dan Indonesia tidak akan memenuhi permintaan tersebut. Kami tidak akan membayar tebusan," kata Ryamizard, saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (28/6/2016).
(Baca: "Gimana Enggak Jadi Sasaran Perompak, Orang Kita Bayar Tebusan Terus")
Ryamizard menjelaskan, upaya pembebasan tujuh WNI itu dilakukan dengan beberapa opsi.
Dia menyebutkan tiga opsi yang bisa diambil Pemerintah Indonesia, yaitu diplomasi, negosiasi, dan operasi militer.
"Operasi militer, pasti. Ada tiga opsi yaitu diplomasi, negosiasi, operasi militer. Mana yang bagus? Kalau terpaksa, operasi militer," kata Ryamizard.
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat pada 2002-2005 ini, menyampaikan, keselamatan para sandera menjadi prioritas pemerintah dalam upaya pembebasan tersebut.
(Baca: Penyandera Empat ABK WNI Minta Tebusan Sekitar Rp 60 Miliar)
Oleh karena itu, apabila operasi militer dilakukan TNI, bukan tidak mungkin akan ada jatuh korban.
"Operasi militer itu pasti ada korban. Nah, korban itu yang kami hindari. Korban pasti ada. Kalau tentara, ya. Tapi kalau sandera dibunuh semua bagaimana? Itu menjadi perhatian utama," kata Ryamizard.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan kelompok penyandera meminta uang tebusan sebesar Rp65 miliar bagi pembebasan empat WNI.
Sementara, tiga sandera lainnya diduga berada di lokasi yang terpisah.
Gatot mengatakan, empat sandera tersebut diduga berada di Pulau Jolo, Filipina. Sedangkan untuk tiga warga lainnya, kata Gatot, belum dipastikan lokasinya.