Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fadli Zon Duga KPK Diintervensi dalam Kasus RS Sumber Waras

Kompas.com - 24/06/2016, 19:20 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fadli Zon meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertanggung jawab atas keputusan mereka terkait penanganan kasus dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.

Ketua KPK Agus Rahardjo sebelumnya mengatakan bahwa penyelidik KPK tak menemukan ada perbuatan melanggar hukum dalam pembelian lahan tersebut.

"Apakah pertanggungjawaban itu sesuai aturan yang berlaku atau dia diintevrensi," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (24/6/2016).

"Saya cenderung melihat keputusan KPK yang disuarakan Ketua KPK itu tidak konsisten dan jelas KPK dalam hal ini sudah menjadi subkoordinasi kekuasaan," kata dia.

(Baca: KPK Tidak Temukan Korupsi Pembelian Lahan Sumber Waras)

Mantan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPK Taufiequrachman Ruki sebelumnya mengungkapkan kasus dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras.

Ia mengaku telah meneliti kesimpulan temuan Badan Pemeriksa Keuangan yang antara lain mengatakan bahwa pembelian lahan RS Sumber Waras telah mengakibatkan kerugian terhadap Pemerintah Daerah DKI sebesar Rp 191 miliar.

Terkait pernyataan Ruki tersebut, Fadli mengatakan, indikasi korupsi memang sudah jelas. Tak hanya dari perkataan Ruki, ia juga mengaku mendapatkan informasi tersebut dari mantan impinan KPK lainnya, Adnan Pandu Praja.

"Tetapi, kita lihat nanti. Kan belum final, baru pernyataan," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.

(Baca: Taufiequrachman Ruki Buka Suara soal Penyelidikan RS Sumber Waras di KPK)

Ruki sebelumnya menceritakan, audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan berawal saat laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemda DKI tahun 2014 terbit.

"Ada temuan nomor 30 saya ingat karena saya teliti betul kesimpulan temuan itu antara lain mengatakan bahwa pembelian Rumah Sakit Sumber Waras telah mengakibatkan kerugian Pemda DKI sebesar Rp 191 miliar," kata Ruki di Masjid Baiturahman, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (23/6/2016) malam.

Ruki mempelajari laporan hasil pemeriksaan tersebut dari perspektif auditor. Ia pun melihat adanya indikasi perbuatan melawan hukum dalam kasus tersebut.

"Sudah pasti perbuatan melawan hukum dan kemudian saya perintahkan kepada penyelidik saya untuk melakukan penyelidikan," ucap Ruki.

(Baca: Ahok: Audit BPK soal Pembelian Lahan RS Sumber Waras bagai Buah Simalakama)

"Saya meminta kepada BPK untuk melakukan audit investigasi artinya mendalami kembali ke pemeriksaan itu," kata dia.

Audit investigasi tersebut diminta Ruki untuk menjelaskan adanya fraud atau kecurangan yang menimbulkan kerugian negara.

"Maka, masuklah laporan itu ke KPK," katanya.

Sayangnya, audit investigatif tersebut diterima KPK saat masa jabatan Ruki selesai. Akhirnya, laporan tersebut diserahkan Ruki kepada Komisioner KPK yang baru. Terlebih lagi, perkara tersebut masih berstatus penyelidikan. Ruki mengakui dirinya tidak mendalami hasil audit investigasi tersebut.

(Baca: BPK dan KPK yang Saling Pertahankan Sikap soal Sumber Waras)

"Tetapi, yang saya baca audit investigasi karena dipaparkan oleh Profesor Edi (BPK) kepada pimpinan KPK lengkap. Cuma saya datang terlambat karena waktu itu saya sakit, diyakini telah terjadi kerugian negara sebesar Rp 191 miliar dengan prosedur yang dilanggar Pemda DKI disebutkan. Kalau tidak salah enam poin indikasi itu yang menjelaskan pertanyaan kami," ucap Ruki.

Ruki pun tidak memahami alasan pimpinan KPK saat ini yang menyebutkan tidak ditemukan indikasi perbuatan melawan hukum. Namun, ia enggan berdebat mengenai hal tersebut.

"Kalau berdebat, saya orang luar, apa bedanya saya dengan pengamat," ujar dia.

Ia menyebutkan, pihak yang berwenang menentukan ada atau tidaknya perbuatan melawan hukum adalah penyelidik.

"Betul-betul dibedah adalah kenapa penyelidik menyebutkan tidak ditemukan indikasi perbuatan melawan hukum di KPK," kata Ketua Mahkamah Partai PPP itu.

Kompas TV Yang Waras dan Tidak Waras di Kasus Sumber Waras
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com