JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarief mengatakan bahwa dalam waktu dekat, KPK akan melakukan pemeriksaan terhadap empat anggota polisi yang merupakan ajudan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.
Keempat anggota polisi itu dijadikan saksi dalam kasus dugaan suap yang melibatkan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Empat saksi itu dalam waktu dekat akan ditindaklanjuti dan pelaksanaannya oleh Direktur Penyidikan," ujar Laode saat ditemui di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/6/2016).
Laode mengatakan, saat ini KPK yang diwakili oleh Direktur Penyidikan terus berkoordinasi dengan Mabes Polri untuk menentukan apakah keempat anggota polisi tersebut akan diperiksa di Jakarta atau Poso.
"Itu tergantung hasil pertemuan Direktur Penyidikan dengan Mabes Polri apakah diperiksa di Jakarta atau di Poso. Saya belum tahu hasil dari pertemuan tersebut," kata dia.
(Baca: Dalami Keterlibatan Sekretaris MA, Empat Polisi Akan Diperiksa di Poso)
Keempat polisi tersebut merupakan anggota Brimob yang juga bekerja sebagai ajudan Nurhadi. Keterangan para anggota kepolisian tersebut dibutuhkan karena diduga mengetahui keterlibatan Nurhadi dalam kasus suap PN Jakarta Pusat.
Sebelumnya, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati menginformasikan bahwa empat polisi tersebut dikabarkan sedang bertugas dalam Operasi Tinombala di Poso, Sulawesi Tengah.
Nurhadi diduga terlibat dalam kasus suap perkara hukum yang melibatkan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sebelumnya, Nurhadi sudah pernah diperiksa oleh KPK pada 24 Mei, 30 Mei, dan 3 Juni 2016.
(Baca: Sekretaris MA Nurhadi Klaim Uang Rp 1,7 Miliar yang Disita KPK Milik Pribadi)
KPK sudah mencegah Nurhadi untuk bepergian ke luar negeri dan menggeledah rumahnya di Jalan Hang Lekir pada 21 April 2016 dan menemukan uang total Rp 1,7 miliar yang terdiri dari sejumlah pecahan mata uang asing yang diduga terkait dengan pengurusan sejumlah kasus.
Dalam perkara suap PN Jakpus, KPK menetapkan dua tersangka, yaitu panitera/sekretaris PN Jakpus Eddy Nasution dan pegawai PT Arta Pratama Anugerah, Doddy Aryanto Supeno, setelah operasi tangkap tangan (OTT) terhadap keduanya pada 20 April 2016.