JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Golkar Indra Jaya Piliang menilai calon ketua umum Partai Golkar menanggung beban politik yang besar.
Beban politik itu muncul karena segala perilaku, tingkah, dan karakternya akan menjadi penilaian publik. Karena itu, calon ketua umum Partai Golkar dibebankan untuk menjaga nama baik pribadi untuk menjaga nama baik partai.
Beban politik itu pun bertambah berat jika calon terjerat kasus hukum.
"Beban politik itu tidak hanya hukum positif. Ada juga misalnya beban keluarga," kata Indra, dalam diskusi bertema "Golkar Menuju Partai Progresif", di Jakarta, Rabu (13/4/2016).
"Kalau pernah KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) bisa menjadi isu hangat jelang Munaslub," ujarnya.
Indra juga membagi beban politik itu ke dalam tiga hal, yaitu beban masa lalu, beban masa kini, dan beban masa depan.
Untuk masa kini, calon ketua umum Partai Golkar dibebankan untuk selalu mengikuti perkembangan zaman. Ini perlu dilakukan untuk memahami isu generasi teranyar.
"Beban kekinian harus dekat dengan Generasi Y. Saya kaget melihat anak kecil sudah bisa main smartphone," ujar Indra.
Beban masa depan, menurut Indra, adalah bagaimana ketua umum harus membangun sistem untuk partainya. Ini diperlukan untuk memberikan manfaat untuk partai di masa depan.
Sedangkan menjaga nama baik pribadi dan partai masuk dalam beban politik masa kini. Itu termasuk beban untuk memperlihatkan sikap berpolitik yang santun.
"Tapi yang lebih penting lagi ketua umum harus mampu tekan ambisinya," ujarnya.
Menurut Indra, menjadi ketua umum partai tidak berarti harus mencalonkan diri menjadi pemimpin negara.
"Di Amerika Serikat, masyarakat banyak tidak kenal siapa ketua umumnya. Mereka hanya tahu siapa presidennya," kata Indra.