KOMPAS.com — Menjelang Musyawarah Nasional Partai Golkar, umbar janji-janji para kandidat ketua kepada calon pemilihnya pun mulai terasa. Dewan Pengurus Daerah Partai Golkar pun mulai mengidentifikasi sosok ketua yang memberikan janji kontribusi secara konkret.
Di Banda Aceh, Minggu (10/4/2016) malam, digelar dialog seusai pemaparan visi misi bakal calon ketua umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto.
Maka, perwakilan pimpinan daerah Partai Golkar pun memanfaatkan momentum itu untuk mengorek janji dan kontribusi sang bakal calon ketua. Mereka mempertanyakan kontribusi Airlangga Hartarto secara konkret ke daerah.
Dalam sesi tanya jawab, fungsionaris dari DPD Kabupaten Nagan Raya Zulkarnain mengatakan, ada kandidat yang berjanji akan memberikan Rp 10 miliar kepada setiap DPD tingkat kabupaten/kota bila terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar.
Zul pun mempertanyakan kontribusi yang dijanjikan untuk pengurus DPD sekaligus untuk membesarkan Partai Golkar.
Sebelumnya, bakal calon ketua umum yang disebut-sebut akan maju dalam Munas, seperti Ade Komaruddin, Aziz Syamsuddin, Idrus Marham, dan Setya Novanto, sudah menyosialisasikan diri dengan fungsionaris DPD di Provinsi Aceh. Tawaran sebuah mobil per kabupaten/kota serta logistik lain pun, menurut fungsionaris DPD Provinsi Aceh lainnya, sudah bermunculan.
Menjawab berbagai pertanyaan dan “pancingan” itu, tanpa menyebutkan angka, Airlangga menjanjikan logistik untuk daerah.
Menurut dia, sejak zaman kepemimpinan Jusuf Kalla, dia sudah membantu penyiapan logistik ke daerah setiap bulan sampai ada perubahan prioritas. Namun, logistik pusat ke daerah diakui tersendat tiga-empat tahun terakhir ini.
"Pusat insya Allah berkontribusi untuk menambah semangat. Tapi kemenangan pemilu itu kunci pertamanya adalah militansi, organisasi yang kuat, dan terakhir baru logistik," tutur Airlangga.
Dia juga mencontohkan militansi yang ditunjukkan fungsionaris di Nusa Tenggara Barat yang maju dalam pilkada tanpa dukungan Partai Golkar, tetapi setelah menang tetap menjadi pengurus.
Di sisi lain, Airlangga menjanjikan DPP Partai Golkar semestinya mengikuti pendapat DPD-DPD dalam menentukan calon-calon kepala daerah.
Dengan desentralisasi kewenangan untuk menentukan calon kepala daerah, selain menghapus penerapan mahar, juga mendorong kader Partai Golkar untuk maju dalam kontestasi pilkada.
Mengutamakan kader partai sendiri diyakini memberi manfaat lebih pada Partai Golkar ketimbang sekadar mendukung calon populer.
Airlangga juga mendorong kader Partai Golkar untuk menyerap aspirasi dan menuangkannya dalam kebijakan publik. Untuk wilayah seperti Aceh, misalnya, kader yang menjadi bakal calon gubernur semestinya mendorong perekonomian wilayah berbasis sumber daya alam yang ada di tempatnya.
Politik transaksional
Menanggapi fenomena janji-janji bakal calon ketua umum Partai Golkar, Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda menilai, secara realistis, wajah Partai Golkar sesungguhnya sangat pragmatis.
Semestinya bagi Partai Golkar, baik elite pusat maupun akar rumput mengutamakan pertarungan integritas, gagasan, dan kepemimpinan, alih-alih menginginkan politik transaksional yang mengerdilkan partai.
“Apakah Partai Golkar masih mau memparipurnakan pragmatisme politiknya dan membiarkan pembusukan di dalam? Saya yakin, Partai Golkar tidak mau ada kemunduran baik secara organisasi maupun elektoral,” kata Hanta.
Karenanya, semestinya ada transformasi dalam konteks mekanisme suksesi kepemimpinan yang akan terjadi dalam Musyawarah Nasional pada 7-9 Mei mendatang.
Dalam Munas, lanjut Hanta, semestinya yang dipertarungkan adalah kriteria standar, seperti integritas, kapasitas kepemimpinan, dan kemampuan manajerial, serta kriteria khusus seperti memiliki gagasan besar, secara internal mengakar di jejaring Partai Golkar, serta memiliki nama baik dan relasi politik yang bisa diandalkan ke luar.
Hanta menambahkan, bila tradisi pragmatisme di tubuh Partai Golkar dibiarkan, partai berlambang beringin ini akan semakin mengerdilkan diri sendiri dan melakukan deparpolisasi dari internal partai sendiri.
“Pragmatisme jelas melemahkan peran partai dengan politik transaksional, citra partai semakin rusak, dan secara internal, dia merusak mesin politik Partai Golkar sebab semua dihitung dari logistik, bukan militansi ideologis. Kalau dibiarkan, jelas merugikan Partai Golkar sendiri,” kata Hanta.
Akibat politik transaksional yang sudah terjadi di Partai Golkar, menurut Hanta, sudah terlihat dari terus menurunnya perolehan suara partai beringin ini.
Bila para calon ketua umum dan akar rumput Partai Golkar tetap membiarkan tradisi pragmatis, memilih ketua umum yang ber-”amunisi” banyak, dan bukan yang melakukan kaderisasi, niscaya Partai Golkar semakin ditinggalkan.
Justru, Partai Golkar semestinya memiliki paradigma revolusioner untuk menunjukkan Munas kali ini berbeda, bukan pertarungan uang, melainkan pertarungan gagasan.
Karenanya, perlu dibangun kesadaran politik di kalangan Partai Golkar, baik di elite pusat maupun di akar rumput, baik dari internal seperti komite etik yang baru dibentuk maupun dari luar seperti KPK. Calon yang berpolitik uang seharusnya didiskualifikasi secara tegas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.