Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Solusi Mengambang Politik Anggaran

Kompas.com - 04/03/2016, 16:36 WIB

Masalah anggaran berulang kali mengancam Pemilihan Kepala Daerah 2015. Selain persoalan teknis, keterbatasan anggaran daerah dan kentalnya nuansa politis jadi penyebabnya.

Namun, pemerintah seperti tak belajar dari kondisi itu. Anggaran Pilkada 2017 sekali lagi bergantung pada anggaran daerah.

Pelaksanaan pilkada serentak 2015 di sejumlah daerah sempat terancam karena dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terlambat cair.

Berubah-ubahnya regulasi dan adanya masalah teknis seperti keterlambatan pembentukan Panitia Pengawas Pemilu (PPS) di sejumlah daerah jadi penyebabnya.

Di beberapa daerah, keterlambatan pencairan anggaran juga disebabkan dinamika politik yang menjurus ke politik transaksional antara kepala daerah, DPRD, dan penyelenggara pilkada.

KPU dan Bawaslu yang seharusnya fokus pada persiapan pilkada akhirnya harus menyisihkan energi dan perhatiannya untuk "mengemis" anggaran pada pemerintah.

Kerepotan serupa juga dialami Kementerian Dalam Negeri. Kemendagri harus memanggil pemerintah daerah yang menghambat pencairan anggaran pilkada hingga berulang kali. Surat edaran dan radiogram pun dikeluarkan Mendagri Tjahjo Kumolo, tak cuma sekali.

Masalah ini belum juga tuntas hingga dua hari jelang hari pemungutan suara 9 Desember 2015. Masih ada KPU dan Bawaslu di sejumlah daerah yang belum menerima anggaran secara penuh.

Memang, pada akhirnya, tak ada pilkada yang pelaksanaannya tertunda karena faktor anggaran. Namun, urusan anggaran itu mau tak mau menyedot perhatian KPU dan Bawaslu selama Pilkada 2015.

Padahal penyelenggara pilkada perlu memastikan terselenggaranya pilkada yang berkualitas.

Berkaca pada persoalan ini, KPU dan Bawaslu mendesak agar pendanaan pilkada diambil alih pemerintah pusat dan dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan, Komisi II bahkan sudah minta pendanaan pilkada ditanggung APBN.

Permintaan itu disampaikan sejak awal 2015 atau saat membahas revisi UU No 1/2015 tentang Pilkada yang melahirkan UU No 8/2015. Akan tetapi, saat itu, pemerintah berdalih tak sanggup membiayai.

Anggaran dari pusat

Menurut Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto, kebutuhan anggaran pilkada di semua daerah otonom (total 541 provinsi dan kabupaten/kota) Rp 17 triliun atau tak sampai 1 persen dari total APBN yang mencapai Rp 2.000 triliun.

Anggaran itu tidak hanya untuk KPU dan Bawaslu, tetapi termasuk biaya pengamanan untuk TNI dan kepolisian.

"Jadi tidak tepat jika pemerintah mengatakan APBN bakal terbebani jika dipakai untuk membiayai pilkada," kata Yenny.

Untuk Pilkada 2017, kebutuhan anggaran seharusnya bisa dipenuhi APBN. Jika pada Pilkada 2015 yang digelar di 269 daerah menghabiskan anggaran sekitar Rp 8,1 triliun, pada 2017 anggaran pilkada tidak akan sebanyak itu. Sebab, pilkada tahun depan hanya digelar di 101 daerah.

Memasukkan kebutuhan anggaran Pilkada 2017 ke APBN Tahun 2016 pun dinilai oleh Yenny tidak sulit, bisa melalui perubahan APBN 2016.

Dengan mengambil anggaran dari APBN, daerah yang fiskalnya terbatas juga bisa tertolong. Daerah bisa menggunakan anggaran untuk membiayai pilkada untuk belanja publik.

Selama ini, menurut kajian FITRA, daerah terpaksa mengorbankan belanja publik, seperti untuk kesehatan dan infrastruktur, guna kepentingan pilkada.

Dengan dana pilkada dari APBN, independensi KPU dan Bawaslu akan lebih terjamin. Penyelenggara dan pengawas pilkada tak akan bergantung pada kepala daerah dan DPRD sebagai penentu anggaran.

Ketergantungan itu membuat posisi tawar KPU dan Bawaslu dalam pilkada menjadi lemah, bahkan kerap tersandera oleh kepentingan kepala daerah dan DPRD.

Dengan dana dari APBN pula, besaran anggaran pilkada di setiap daerah bisa terkontrol, bahkan berpeluang lebih hemat.

Ini sesuai hasil kajian Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) di 139 kabupaten/kota yang menggelar pilkada 2015, besaran dana pilkada tak terkontrol, bahkan tak masuk akal.

Di Kota Bontang yang jumlah pemilihnya 119.244 orang dan luas wilayah 49.757 hektar, misalnya, anggaran pilkada senilai Rp 22 miliar.

Anggaran ini tak berbeda jauh dengan Kabupaten Cianjur, yaitu sebesar Rp 25 miliar, yang jumlah pemilihnya lebih banyak mencapai 1.702.365, dan wilayahnya 361.435 hektar.

"Mengapa jumlah dan biaya yang dikeluarkan daerah variatif dan tidak terukur? Itu karena besaran anggaran bergantung pada kebaikan hati kepala daerah masing-masing. Yang petahananya maju biasanya anggarannya besar," kata anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P, Arif Wibowo.

Apabila anggaran pilkada dari APBN, pemerintah pusat bisa mengontrol standar biaya yang rasional untuk pilkada di setiap daerah.

Anggaran yang dikeluarkan bisa lebih hemat. Namun, standar biayanya harus disesuaikan, terutama berdasar pada kondisi wilayah.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan, pendanaan pilkada dari APBN mesti dikaji terlebih dulu.

Namun, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Sumarsono mengatakan sulit jika pendanaan pilkada sepenuhnya dari APBN. Tetap harus ada partisipasi daerah sebagai simbol otonomi daerah.

Oleh karena itu, skema pendanaan pilkada yang dibuat di draf revisi UU Pilkada, yang dirumuskan Kemendagri, dana dari APBD tetap ada sekalipun ada sokongan dana dari APBN.

Jika pendanaan dari APBN sulit, Ketua Bawaslu Muhammad mendesak agar ada aturan di UU Pilkada yang mempermudah pencairan anggaran. Perlu ada aturan yang sifatnya menekan pemda untuk memenuhi kebutuhan penyelenggara dan pengawas pilkada. (GAL/NTA/INA/LAS/APA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Resmi Akomodasi Putusan MA, Batas Usia Kepala Daerah Dihitung saat Pelantikan

KPU Resmi Akomodasi Putusan MA, Batas Usia Kepala Daerah Dihitung saat Pelantikan

Nasional
Jadi Koalisi PDI-P di Pilpres, Perindo Kini Datangi Demokrat untuk Pilkada

Jadi Koalisi PDI-P di Pilpres, Perindo Kini Datangi Demokrat untuk Pilkada

Nasional
KPK Kembangkan Kasus LNG PT Pertamina yang Seret Karen Agustiawan, 2 Orang Jadi Tersangka

KPK Kembangkan Kasus LNG PT Pertamina yang Seret Karen Agustiawan, 2 Orang Jadi Tersangka

Nasional
Saksi Sebut Waskita-Acaset Diprioritaskan Menang Tender Proyek Tol MBZ

Saksi Sebut Waskita-Acaset Diprioritaskan Menang Tender Proyek Tol MBZ

Nasional
Puan Kembali Janji DPR Segera Bahas RUU Perampasan Aset

Puan Kembali Janji DPR Segera Bahas RUU Perampasan Aset

Nasional
KPK Sita Rp 22 M Terkait Gratifikasi Eks Bupati Langkat Terbit Perangin Angin

KPK Sita Rp 22 M Terkait Gratifikasi Eks Bupati Langkat Terbit Perangin Angin

Nasional
Temui DPD RI, AHY Mengaku Bahas Keamanan Data Digital

Temui DPD RI, AHY Mengaku Bahas Keamanan Data Digital

Nasional
2 Faktor Penentu Duet Anies-Andika Perkasa Berlayar pada Pilkada Jakarta

2 Faktor Penentu Duet Anies-Andika Perkasa Berlayar pada Pilkada Jakarta

Nasional
PKB Yakin PKS Masih Buka Ruang Negosiasi untuk Pilkada Jakarta

PKB Yakin PKS Masih Buka Ruang Negosiasi untuk Pilkada Jakarta

Nasional
KPK Tetapkan Tersangka Baru Kasus LNG PT Pertamina, Inisial YA dan HK

KPK Tetapkan Tersangka Baru Kasus LNG PT Pertamina, Inisial YA dan HK

Nasional
Polda Sumbar Dianggap Sepihak Tutup Kasus Kematian Afif Maulana, Tak Beritahu Keluarga

Polda Sumbar Dianggap Sepihak Tutup Kasus Kematian Afif Maulana, Tak Beritahu Keluarga

Nasional
Akui Buka Komunikasi dengan Sandiaga, PKB: Tapi Bukan untuk Pilkada Jatim

Akui Buka Komunikasi dengan Sandiaga, PKB: Tapi Bukan untuk Pilkada Jatim

Nasional
Tewasnya Afif Maulana di Padang Menambah Panjang Catatan Kekerasan oleh Polisi

Tewasnya Afif Maulana di Padang Menambah Panjang Catatan Kekerasan oleh Polisi

Nasional
Pemerintah Didorong Optimalkan Pariwisata di Kawasan Perbatasan

Pemerintah Didorong Optimalkan Pariwisata di Kawasan Perbatasan

Nasional
Pengamat Usul Ada Tim Independen untuk Uji Klaim Polisi Soal Penyebab Kematian Siswa SMP di Padang

Pengamat Usul Ada Tim Independen untuk Uji Klaim Polisi Soal Penyebab Kematian Siswa SMP di Padang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com