Ketiga, penyadapan harus seizin dewan pengawas. Nah apa pula ini? Penyadapan adalah kegiatan yang sangat tersembunyi dan sangat terbatas. Cara kerja intelijen itu tidak boleh diketahui banyak pihak agar tidak bocor.
Penyadapan justru efektif untuk pemberantasan korupsi. Tanpa penyadapan, banyak anggota DPR yang lolos, termasuk kasus Damayanti dan Dewie Yasin Limpo.
Keempat, KPK tidak boleh mengangkat penyidik dan penyelidik sendiri. Apakah para pengusul tutup telinga bahwa selama ini KPK kekurangan penyelidik dan penyidik?
Selama ini KPK bergantung pada pasokan dari Polri dan Kejagung. Banyaknya kasus-kasus yang tertunda-tunda antara lain karena KPK kekurangan sumber daya manusia. Jika negara ini pro pemberantasan korupsi, seharusnya masalah penyelidik dan penyidik ini bisa diprioritaskan.
Kelima, kewenangan penuntutan harus dipisahkan. Barangkali kita mesti belajar sejarah lahirnya KPK. Lembaga itu dibentuk menjadi superbody karena menangani extraordinary crime setelah lembaga-lembaga seperti Polri dan Kejagung tidak optimal.
Ini tentu fakta yang harus diakui. Kewenangan yang beda institusi, kerap kali membuat sebuah kasus bolak-balik antar dua institusi itu karena dianggap kurang lengkap. Penanganan kasus menjadi lama dan terkesan kurang profesional.
Poin-poin di atas jika tetap dipaksakan legitimasi untuk merevisi UU KPK benar-benar terasa mengada-ada. Anehnya di negeri ini yang sering terjadi adalah pikiran dan perilaku ironi. Apa yang seharusnya dilakukan, malah tidak dikerjakan, tetapi apa yang semestinya tidak dikerjakan, justru dilakukan.
Tidak heran, seiring ngototnya pihak-pihak yang ingin merevisi UU KPK itu maka aroma politik balas dendam pun mencuat ke permukaan. DPR terlihat paling ngotot.
Selama ini DPR memang menjadi target dan korban yang signifikan oleh KPK. Banyak anggota DPR yang ditangkapi KPK, karena tersangkut main proyek-proyek pemerintah.
Kasus-kasus korupsi besar selalu melibatkan anggota DPR. Beberapa contoh saja di antaranya kasus wisma atlet Palembang, proyek Hambalang, dana infrastruktur daerah, proyek-proyek di sejumlah kementerian, proyek impor sapi, dan masih banyak lagi.
Akibatnya DPR termasuk lembaga paling korup. Mengingat banyaknya politisi DPR yang ditangkap KPK dan citra lembaga wakil rakyat yang terus merosot itu, apakah revisi merupakan serangan balik terhadap KPK?