Memang, KPK mesti diselamatkan. Pemberantasan korupsi tidak boleh kalah. Rakyat benar-benar ingin virus korupsi dibasmi. Bumi Pertiwi yang subur makmur gemah ripah loh jinawi ini tidak boleh dikeruk oleh orang-orang berkuasa yang rakus dan serakah.
Maka selalu ada suara rakyat berteriak lantang, ada aksi demonstrasi, ada netizen berkicau, ada penandatanganan petisi, serta tokoh-tokoh agama yang semuanya menolak revisi UU KPK.
Bahkan lima komisioner KPK yang dilantik akhir tahun lalu menolak datang ke DPR untuk membahas revisi UU tersebut. Sikap mereka patut diapresiasi. Sebab, tahun lalu saat pemilihan komisioner KPK periode 2015-2019, mereka sempat diragukan.
Para calon komisioner saat itu rata-rata setuju revisi. Tetapi sekarang ini, setelah mereka sudah terpilih menjadi KPK, sikap mereka pun jelas. Menolak menyerah apalagi tunduk adalah karakter KPK. Malah Ketua KPK Agus Rahardjo siap mundur jika UU itu jadi direvisi.
Menguatkan atau melemahkan?
Apa pun juga tidak ada alasan yang dapat membenarkan krusialnya revisi UU KPK. Benarkah revisi UU KPK tidak akan memperlemah KPK? Barangkali cuma orang pandir yang percaya pada rencana seperti itu. Dengan cara berpikir sederhana saja, "revisi" itu bermakna perbaikan. Artinya ada bagian-bagian yang perlu diperbaiki.
Beberapa pekan lalu dalam acara diskusi di sebuah televisi, mantan hakim yang vokal Asep Iwan Iriawan, tegas-tegas menohok logika pengusul revisi UU itu.
Dalam bahasa Asep, revisi umumnya adalah melakukan perbaikan karena dinilai gagal atau salah. Tetapi, poin-poin yang direvisi ternyata justru adalah keberhasilan-keberhasilan KPK selama ini. Masak keberhasilan mau direvisi? Saya kira kita sepakat dengan Asep.
Cermati saja materi yang akan diperbaiki. Ada beberapa poin penting yang muncul ke publik. Pertama, pembentukan dewan pengawas untuk mengawasi kinerja KPK. Bukankah di internal KPK ada tim pengawas dan tim etik. Belum lagi pengawas eksternal termasuk DPR. Mata rakyat juga tak kan berkedip mengawasi KPK.
Kedua, pemberian wewenang SP3 (surat pemberitahuan penghentian perkara). Buat apa? Tanpa SP3 justru mengawal KPK untuk bekerja profesional, akurat, terkontrol, ekstra hati-hati, tidak main-main. Itulah yang dilakukan KPK selama ini.
Semua kasus yang ditanganj KPK tidak ada satu pun yang tidak terbukti. SP3 justru dapat mendorong KPK bekerja asal-asalan dan ceroboh.