Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WAWANCARA KETUA KPK (II): "Korupsi dalam Jumlah Besar Layak Hukuman Mati"

Kompas.com - 20/02/2016, 08:08 WIB
Bayu Galih

Penulis

Pimpinan KPK lama pernah wacanakan buka cabang di daerah. Pimpinan baru seperti apa?

Saya punya kekhawatiran, selama jadi birokrat, program kecil memang bagus. Begitu dimasifkan langsung rusak. Kalau saya pribadi ditanya itu, mendingan satgas tadi. Kita bisa kontrol. Kalau perlu ada WA (pesan Whatsapp) antara satgas dengan pimpinan, itu mungkin jauh lebih efektif.

Satgas akan ada di seluruh provinsi?

Kami memilih 6, yang relatif di masa lalu gubernurnya punya masalah. Riau, Banten, Sumut, itu satu paket. Kemudian Aceh, Papua Barat dan Papua satu paket berikutnya. Ini pesannya jelas, agar bagaimana mengelola APBD, mulai perencanaan, diterapkan e-budgeting. e-procurement, ada e-contracting.

Itu baru perencanaan. Kemudian BUMD, bagaimana agar BUMD tidak jadi sapi perah. Kemudian hubungan dengan DPRD. Bagaimana agar mereka gelontorkan bantuan sosial, kemudian bagaimana bangun sistem perizinan yang baik.

Kami ajari, kami beri tools kayak di Surabaya dan DKI. Setelah itu kami monitor, kalau nakal ya ditindak. KPK kan punya wewenang dua-duanya.

Kembali ke soal kegaduhan. Saat ini ramai pembahasan deponering mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto dan Abraham Samad, juga soal Novel Baswedan. Bagaimana komunikasi dengan Kejaksaan Agung?

Kalau saya, dengan presiden turun, sudahlah. Saya dukung presiden saja lah. Kalau tadinya saya pernah mencoba melakukan hal-hal seperti mencoba bertemu, mencoba komunikasi dengan penegak hukum yang lain, itu ketika presiden belum turun. Perintah presiden kan selesaikan tanpa embel-embel, itu saja menurut saya.

Dampak dari kasus Novel ke kinerja KPK?

Tidak terlalu. Kalau dulu mungkin terasa betul. Karena waktu saya masuk Novel kan hanya tangani kasus e-KTP dan beberapa kasus. Tapi dia masih kerja terus.

Kalau pimpinan baru sudah solid dengan internal KPK?

Saya kan coba memfasilitasi. Kalau uneg-uneg, ya kita bicara sama-sama. Saya sudah dua kali (pertemuan besar). Waktu pertama (masuk) dan kemudian kemarin kita ketemu. Coba saling memahamilah.

Saya kan orang paling tua di sini. Rasanya saya kan tidak punya target jadi apa-apa. Sudah selesai kalau saya, mudah-mudahan. Popularitas juga enggak perlu, ngapain sih tampil di TV.

Harapan Anda selama menjadi Ketua KPK, apa yang ingin dilakukan?

Saya ini lama di pengadaan. Yang saya sesalkan adalah, bangsa ini selalu mudahnya saja yang digunakan. Yang saya kenalkan di sana kan sistem electronic procurement. itu sekarang sudah ada di 627 instansi termasuk kabupaten/kota, provinsi. Mereka gunakan itu. Sistem itu agar kita bisa bersaing lebih fair.

Karena dari 627 itu tadi.  misalnya saya pengusaha kecil di kota Purworejo, latihan pertama saya ikut (lelang) di Purworejo, Kebumen, Purwokerto. Kalau pintar, ke Semarang. Walau nature-nya masih berlatih tapi boleh ikut ke Enrekang.

Tidak ada yang membatasi. Sistem kita sudah seperti itu. Tapi yang saya inginkan adanya persaingan yang sehat, itu kan tidak terjadi. Padahal Anda menyaksikan persaingan sehat bisa mengefisienkan cost. Yang paling sederhana itu tiket Garuda (Indonesia) tahun '97, Jakarta-Yogya dibanding hari ini itu kan lebih murah hari ini.

Kalau mereka dipaksa bersaing kan ada drive untuk melakukan banyak langkah-langkah. Kalau persaingan sehat itu terjadi, saya yakin biaya pembangunannya akan sangat murah. Ini kan tidak terjadi persaingan sehat itu.

Di luar kemudian ada asosiasi yang mengatur (persaingan) itu. Bahkan ada lintas asosiasi. Bayangkan dulu zaman orde baru, konstruksi cuma ada dua asosiasi, Gapeksi dan AKI. Gapeksi untuk yang kecil, AKI untuk yang besar.

Non konstruksi cuma satu, Ardin. asosiasi rekanan dan distribusi apa gitu. Hari ini konstruksi ada lebih dari 40 asosiasi. Tapi begitu mau melakukan suatu pekerjaan, mereka bisa bersatu.

Sehingga yang saya inginkan, bayangkan saja kalau pekerjaan Rp 600 juta, Rp 700 juta, pengusaha baru kan bisa ramai-ramai ikut keroyok itu. tapi ini enggak.

Jadi mereka datang, daftar, banyak, tapi tidak menawarkan. Daftar itu supaya dapat pesangon, untuk dapat fee biar dia enggak masuk. Anda bisa menyaksikan seperti ini, harga lebih tinggi dari yang lebih efisien.

Ini gimana cara melawan kebiasaan jelek seperti ini. saya ingin Anda semua ikut kampanye.. yang muda-muda ayo jadi pengusaha sekarang, kesempatannya ada.  Dari Rp 2.100 triliun APBN kita, Rp 1.000 triliun itu lewat pengadaan.

Harapan saya, pengusaha yang tidak terafiliasi dengan yang mengatur-atur tadi. ini yang tidak terjadi di kita, enggak tahu ini harus dimulai dari mana.

----

Baca bagian pertama dalam tulisan ini: WAWANCARA KETUA KPK (I): "Tak Mungkin Kami Berantas Korupsi Sendirian"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Eks Penyidik Ingatkan KPK Jangan Terlalu Umbar Informasi soal Harun Masiku ke Publik

Eks Penyidik Ingatkan KPK Jangan Terlalu Umbar Informasi soal Harun Masiku ke Publik

Nasional
Polri Sebut Penangkapan Pegi Setiawan Tak Gampang, Pindah Tempat hingga Ubah Identitas

Polri Sebut Penangkapan Pegi Setiawan Tak Gampang, Pindah Tempat hingga Ubah Identitas

Nasional
Kisruh PBB, Afriansyah Noor Disebut Tolak Tawaran Jadi Sekjen Fahri Bachmid

Kisruh PBB, Afriansyah Noor Disebut Tolak Tawaran Jadi Sekjen Fahri Bachmid

Nasional
Ikuti Perintah SYL Kumpulkan Uang, Eks Sekjen Kementan Mengaku Takut Kehilangan Jabatan

Ikuti Perintah SYL Kumpulkan Uang, Eks Sekjen Kementan Mengaku Takut Kehilangan Jabatan

Nasional
Antisipasi Karhutla, BMKG Bakal Modifikasi Cuaca di 5 Provinsi

Antisipasi Karhutla, BMKG Bakal Modifikasi Cuaca di 5 Provinsi

Nasional
Hargai Kerja Penyidik, KPK Enggan Umbar Detail Informasi Harun Masiku

Hargai Kerja Penyidik, KPK Enggan Umbar Detail Informasi Harun Masiku

Nasional
Polri: Ada Saksi di Sidang Pembunuhan Vina yang Dijanjikan Uang oleh Pihak Pelaku

Polri: Ada Saksi di Sidang Pembunuhan Vina yang Dijanjikan Uang oleh Pihak Pelaku

Nasional
Siapa Cawagub yang Akan Dampingi Menantu Jokowi, Bobby Nasution di Pilkada Sumut 2024?

Siapa Cawagub yang Akan Dampingi Menantu Jokowi, Bobby Nasution di Pilkada Sumut 2024?

Nasional
Kementan Beli Rompi Anti Peluru untuk SYL ke Papua

Kementan Beli Rompi Anti Peluru untuk SYL ke Papua

Nasional
Polri Tolak Gelar Perkara Khusus bagi Pegi Setiawan

Polri Tolak Gelar Perkara Khusus bagi Pegi Setiawan

Nasional
Soal Target Penangkapan Harun Masiku, KPK: Lebih Cepat, Lebih Baik

Soal Target Penangkapan Harun Masiku, KPK: Lebih Cepat, Lebih Baik

Nasional
Golkar: Warga Jabar Masih Ingin Ridwan Kamil jadi Gubernur 1 Periode Lagi

Golkar: Warga Jabar Masih Ingin Ridwan Kamil jadi Gubernur 1 Periode Lagi

Nasional
Menko Polhukam Sebut Situs Judi “Online” Susupi Laman-laman Pemerintah Daerah

Menko Polhukam Sebut Situs Judi “Online” Susupi Laman-laman Pemerintah Daerah

Nasional
Pengacara Staf Hasto Klaim Penyidik KPK Minta Maaf

Pengacara Staf Hasto Klaim Penyidik KPK Minta Maaf

Nasional
SYL Disebut Minta Anak Buah Tak Layani Permintaan Atas Namanya

SYL Disebut Minta Anak Buah Tak Layani Permintaan Atas Namanya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com