Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WAWANCARA KETUA KPK (I): "Tak Mungkin Kami Berantas Korupsi Sendirian"

Kompas.com - 20/02/2016, 07:07 WIB
Bayu Galih

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hari ini, Sebtu (21/2/2016), genap dua bulan Agus Rahardjo menjabat sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.

Meski berusia kurang dari umur panen jagung, namun KPK di bawah pimpinan baru ini dinilai telah melakukan sejumlah gebrakan.

Gebrakan pertama dibuat sekitar tiga minggu setelah Agus dan empat pimpinan KPK lain dilantik, pada 21 Desember 2015 lalu.

Pada 13 Januari 2016, KPK menangkap anggota DPR dari PDI Perjuangan selaku partai penguasa, Damayanti Wisnu Putranti. Dalam sebuah operasi tangkap tangan, Damayanti ditangkap akibat suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Sebulan kemudian, pada 12 Februari 2016, KPK kembali melakukan operasi tangkap tangan. Kali ini Kepala Sub Direktorat Kasasi dan Perdata Khusus Mahkamah Agung, Andri Tristianto Sutrisna yang dicokok KPK.

Agus pun mengaku puas dengan OTT itu. Dia berharap OTT menjadi pembuktian untuk menjawab keraguan publik terhadap era baru KPK yang dipimpinnya. 

Saat ditemui Kompas.com di ruangannya, di lantai 3 Gedung KPK, Selasa (16/2/2016), Agus berharap bisa menepis anggapan bahwa KPK tidak lagi mengutamakan penindakan.

"Orang kan selama ini anggap, 'Oh ini era KPK pencegahan. Komisi Pencegahan Korupsi," tutur Agus, yang menerima Kompas.com di meja bundar yang dikenal "keramat" di ruangannya.

Kepada wartawan Kompas.com Wisnu Nugroho, Sandro Gatra, Bayu Galih dan Ambaranie Nadia, Agus Rahardjo juga bercerita banyak mengenai misi pemberantasan korupsi selama dia menjabat Ketua KPK. Misi itu termasuk meningkatkan kapasitas penyadapan.

Agus tidak menampik bahwa pimpinan KPK saat ini berusaha mengurangi kegaduhan dan berusaha meningkatkan hubungan baik dengan lembaga lain.

Berikut wawancara Kompas.com dengan Ketua KPK Agus Rahardjo, yang kami sajikan dalam dua bagian tulisan:

Selama ini sistem di KPK sudah berjalan dengan baik. Ini menjadikan KPK menjadi lembaga yang dipercaya publik. Bagaimana pimpinan baru mempertahankan kepercayaan ini dengan sejumlah keraguan yang ada pada masyarakat?

Pertama, kami menghargai teman-teman yang di dalam, dalam arti kami diterima. Itu penting. Karena itu kan hampir semua pimpinan datang (di acara sambutan). Yang enggak datang cuma Antasari (Azhar) saja kan. Abraham (Samad) enggak datang.

Itu pengfalaman luar biasa. Deputi, direktur, dan tokoh masyarakat. Jadi memberikan bekal, paling enggak kami mengenal. Kami juga bisa melangkah lebih cepat. Transisi itu yang sangat cepat sekali. Saya di dalam pansel maupun di fit and proper, kalau orang dengar apa yang saya paparkan, saya membagi seimbang antara penindakan dan pencegahan. Tapi orang (anggap), "Oh ini era KPK pencegahan. Komisi Pencegahan Korupsi". Hahaha

Karena itu, sehari begitu saya datang langsung saya terapkan dan naik ke atas (ruang penyadapan). Temen-temen kalau intercept (menyadap) apa sih yang dilakukan. Saya tungguin

Kalau kamu inginkan, apa alatnya ditambah. Kalau tahun lalu OTT (operasi tangkap tangan) lima kali. Kalau ini, cepat juga OTT-nya, begitu dimonitor begitu terus kan, tiga minggu sudah ada OTT. Itu menggembirakan. Mudah-mudahan, harapan saya, hari ini atau besok ada lagi.

Kapasitas set (alat)-nya juga juga lebih tinggi dari kemarin. Saya bilang ini, gimana kalau kita tingkatkan lebih drastis. Itu bagian yang peling membosankan, yang mendengarkan itu. Anda hanya dengarkan saja, gitu kan. Itu membosankan betul. Kalau dengarkan lagu sih enggak apa-apa, ini dengarkan orang ngomong loh

Kapasitas yang ditingkatkan seperti apa? Jumlah penyidik atau alatnya?

Sementara ini jumlah yang di-intercept. Jadi jangan lagi ke depan nanti masih ada suara, "Saya ketangkap karena sial". Karena kami kan betul, ya Anda yang lakukan, ya ketangkap. Mudah-mudahan kami pengin pekerjaan manusia digantikan, bisa voice to text. Jadi nanti lebih cepat membacanya kan, daripada mendengarkannya

Teknologi seperti itu sudah bisa dipakai?

Ada, ada.. Sudah..

Pimpinan KPK sekarang juga punya latar belakang berbeda. Ada polisi, akademisi, Anda juga dari pengadaan. Strategi apa untuk sinergi?

Kalau saya melihatnya malah saling melengkapi. Karena kalau Anda tanya saya masalah hukum, dua bulan ini karena saya berkenaan dengan hukum mau enggak mau harus keep up dengan itu.

Pengetahuan saya soal hukum paling soal Keppres Pengadaan, UU Perbendaharaan, UU Keuangan Negara. Tapi dengan teman yang lain kan sangat kompeten di bidang itu. Di bidang intelejen, hakim. Kami bisa saling memberikan wawasan lain.

Kami menangani kasus di pintu masuk, lalu jaringannya, pihak terkait ditangani dengan tuntas. lalu solusi ke depan nanti bagaimana.

Selain strategi, dengan jumlah penyidik sekitar 80 orang, bisa tidak menyelesaikan kasus dengan tuntas?

Dua yang saya lakukan dengan keterbatasan penyidik itu. Satu, kami harus lebih efisien terhadap jumlah tim penyidik. Jadi sering satu sprindik, penyidik sampai 23. Loh ngapain?

Tapi dalam waktu yang sama, saya minta dari teman-teman di Kejaksaan dan Polri untuk mengirim banyak, lalu kemudian kami uji integritasnya, kompetensinya. Kemudian nanti nambahin jumlah yang sekarang ada. Saya juga pengin mengembangkan, kalau kita bicara pencegahan.

Itu juga jadi mohon maaf langsung loncat ke masalah Novel. Ini agaknya ada misleading juga yang tersiar ke luar. Padahal dari awal saya maunya ini juga dilakukan KPK negara lain. Malaysia, Hongkong. Kita kalau perlu menanamkan orang KPK di tempat-tempat yang strategis.

Ambaranie Nadia K.M Ketua KPK Agus Rahardjo
Yang saya incar pertama kan Kementerian BUMN. Kenapa? BUMN secara keseluruhan hampir sama dengan APBN. Kurang sedikit. APBN itu buat sekian lembaga, itu kan strategis sekali.

Saya panggil Sekmen BUMN ke sini, saya jelaskan ingin menaruh orang, ini orang KPK, bukan saya kasih begitu saja. Tapi ini orang KPK yang bertugas di KPK, yang bayari KPK, tetap pegawai KPK.

Nanti saya ingin ada satgas-satgas yang bergerak terutama di BUMN. Tapi besoknya dia memberi tahu, enggak mau dia. Saya tanya, kenapa? Dia bilang, "Menteri saya sudah dapat sorotan". Ya sudah, saya ke tempat lain.

Tapi satu Satgas bisa terdiri dari 2-3 orang. Bisa untuk beras, daging untuk pangan, kemudian soal minerba. Kan kemarin kita kumpul di sini, dari 2015 izin pertambangan ada 5.000-an, yang baru beres 1.000 berapa. Masih 3.900-an yang belum.

Tidak beresnya IUP itu ada di hutan konversi, sudah waktunya penindakan kan. Jadi satgas ini turun saja.  Supaya kemudian perubahan cepat terjadi.

Jadi nanti satgas itu jumlahnya banyak, bukan hanya Novel, tapi banyak sekali. Tapi kami menugaskan orang yang integritasnya jelas, dedikasinya juga jelas. Ini juga bagian dari mereka rotasi dan membina karir.

Suatu hari kan bisa saja mereka masuk jadi direktur, jadi deputi. Mudah mudahan nanti bisa dipahami seperti itu.

Dalam rangka pencegahan, di samping membuat satgas, kami juga membuat sistem yang mendorong masyarakat berpartisipasi untuk memperbaiki, memberikan input, memberikan kritik terhadap upaya pemerintah. Tapi penindakannya akan kami tingkatkan terus.

Soal kebutuhan penyidik, cara membentuknya bagaimana?

Membentuk penyidik independen ini sebenarnya butuh waktu yang lama dibandingkan mereka yang sudah pengalaman penyidik.

Untuk prosesnya, bedanya di mana antara penyidik dari lembaga lain dengan yang independen?

Contohnya sekarang, yang independen 28. Itu belum ada yang jadi team leader. Kalau kayak Novel yang dari polisi itu kan selalu jadi team leader, kelihatan menonjol gitu.

Tapi independen tadi kemampuan spesialis dia bagus. Mendukung tim secara keseluruhan. Jadi untuk membina itu, karena nanti yang melakukan penyelidikan, penyidikan, kan tetap (dari) kejaksaan, kepolisian. Tapi penyidik yang sudah itu, ya kami rekrut. Meski enggak semuanya kami terima.

Tahun lalu, dari polisi enggak ada yang masuk sama sekali. Kami kan selalu (pertimbangkan), selain kompetensi, kan integritas. Jadi kalau konsultan yang kami hire bilang, "Ini enggak layak", ya enggak kami rekrut. Itu lembaga psikologi yang mengukur integritas.

Peningkatan kapasitas kan didukung jumlah staf dan penyidik. Berapa kebutuhan yang diperlukan?

Sekarang ini, nomor (pegawai) saya, yang paling belakang, 1.481. Tapi saya yakin jumlah kami paling sekitar 1.300. Kalau kita mau membuat jumlah yang ideal, mungkin dengan kami ingin membentuk satgas, kami mau menangani kasus, mungkin di kisaran 2.000 (orang) masih sesuatu yang cukup. Mungkin setiap tahun jatah untuk kami rekrut enggak sebesar itu.

Urgensi penambahan untuk SDM di bagian apa?

Terutama di penyidik dan kemudian juga yang melakukan surveillance di lapangan. Saya melihatnya kadang kami ragu-ragu karena itu. Kami mengandalkan komunikasi dan pengamatan langsung di lapangan sangat kurang. Kalau komunikasi, mungkin hanya menambah mesin, kalau nanti voice to text-nya bisa (diterapkan).

Idealnya berapa jumlah penyidik yang dibutuhkan?

Mungkin bisa sekitar 300. Sekarang 80-an.

Dalam draf revisi UU KPK juga dipermasalahkan penyidik independen. Kalau nanti terhambat UU bagaimana?

Sebetulnya hubungan kami dengan Polri dan Kejaksaan enggak ada goncangan lagi, mulus. Sebetulnya, kebutuhan berapa pun akan disuplai. Meski pasti enggak kami terima begitu saja. Kami lihat integritasnya, kompetensinya.

Tapi kan sangat  bahaya kalau hubungan tidak mulus. Kemudian kami enggak dapat suplai. Satu-satunya jalan, ya independen kan.

Solusinya bagaimana? Karena dari pengalaman, jika ada perkara menyangkut polisi, penyidik bisa ditarik. Biar kasus lama tidak terulang lagi?

Kalau peran kami di UU itu kita kan memang sebagai supervisor dan koordinator. Artinya, dalam hal tindak pidana korupsi, KPK sedikit di atas penegak hukum yang lain. Itu harus diperankan, karena saya yakin enggak mungkin KPK memberantas korupsi sendirian.

Mereka lebih punya personel yang menyebar di wilayah. Artinya kor-sup (koordinasi-supervisi) tadi kan ada kewajiban KPK membina temen-temen yang dua itu menjadi seperti KPK.

Hubungan yang baik itu diusahakan untuk tetap baik. Tapi bagaimana pun kalau mereka salah ya harus ditindak.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Logo KPK
Dilihat dalam dua bulan terakhir, komisioner sekarang lebih low profile. Hubungan dengan lembaga lain membaik. Apa dampaknya sudah terasa?

Rasanya dengan itu tadi mulai terbangun lah. Saya malah penginnya, enggak pengin kadang-kadang memalukan orang.

Seperti kemarin kami tangkap orang MA itu, saya penginnya yang bagian pembinaan dan pengawasan di (MA) sana itu diajak ke KPK untuk ikut mengumumkan. Supaya dia tak kehilangan muka.

Jadi kalau kami tangkap orang, lebih baik orang bagian pembinaan, walaupun enggak kerja sama (dalam penindakan kasus itu), bisa saja dia diajak sama kami, kan dengan itu bisa menyelamatkan mukanya.

Kemarin kami ketemu Kabareskrim Komjen Anang Iskandar. Gayanya mirip, bagaimana untuk menghindari kegaduhan, tapi kerja yang dilakukan sama sekali tidak terganggu. Apakah ada koordinasi dan penyamaan untuk itu?

Sayaketemu Pak Anang sudah tiga kali. Dan selalu bilang, "Pak, nanti aku kirim surat, nanti tolong kirim (penyidik) yang bagus-bagus". Di sini itu sebenarnya tempat penggodokan. Karena harapan saya begitu mereka kembali ke sana (Polri), nilai yang baik di sini dibawa ke sana.

Tiga kali pertemuan dengan Pak Anang, apa termasuk untuk mencegah kegaduhan?

Tidak. Saya kalau ketemu Pak Anang selalu dalam Rapim Polri, lalu saat saya mantu. Kami dateng sama-sama berlima.

====

Baca bagian kedua dalam tulisan ini: WAWANCARA KETUA KPK (II): "Korupsi dalam Jumlah Besar Layak Hukuman Mati"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Nasional
Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Nasional
Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Nasional
Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Nasional
Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Nasional
Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Nasional
Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Nasional
Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Nasional
Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Nasional
PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

Nasional
Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Nasional
Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Nasional
Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Nasional
Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com