Perkara ini muncul karena adanya rekaman pembicaraan antara Novanto, pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT FI Maroef Sjamsoeddin.
Dalam sidang terbuka MKD, Sudirman Said menyerahkan rekaman suara lengkap pertemuan itu sebagai bukti. Di hadapan MKD pula, Maroef menyebut rekaman itu ia buat untuk melindungi diri.
Novanto juga bersaksi di hadapan MKD, tetapi dalam sidang tertutup. Ia membantah tudingan Sudirman dan menyebut rekaman itu dibuat secara ilegal.
(Baca: Sidang Tertutup yang Ditutup-tutupi...)
Atas perkara ini, Presiden Joko Widodo merasa marah karena ia merasa lembaga negara dipermainkan. Kejaksaan Agung pun ikut mengusut dugaan pemufakatan jahat dalam kasus tersebut.
4. Kinerja legislasi jeblok
Setelah setahun lebih sejak dilantik pada Oktober 2014, DPR baru mengesahkan dua undang-undang. Padahal, ada 39 rancangan undang-undang yang masuk Program Legislasi Nasional 2015.
Kedua UU yang disahkan merupakan revisi terbatas atas UU sebelumnya, yaitu UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota serta UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah.
(Baca: ICW: DPR Setahun Tanpa Kerja)
Di tengah sorotan tentang rendahnya kinerja legislasi, DPR memicu polemik akibat adanya usulan merevisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Soal ini, DPR dianggap ingin mengebiri kewenangan KPK sekaligus memperlemah kekuatan lembaga antirasuah tersebut.
5. Jerat korupsi
Dalam 10 tahun terakhir, setidaknya ada 55 anggota DPR dijerat kasus korupsi. Khusus tahun ini, ada tiga anggota legislatig yang terjerumus dalam pusaran korupsi.
Pada 9 April 2015, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap tangan anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Adriansyah. Penangkapan dilakukan di sela-sela Kongres V PDI-P di Bali.
Adriansyah terbukti menerima suap Rp 1 miliar, 50.000 dollar AS, dan 50.000 dollar Singapura untuk memuluskan izin tambang di Tanah Laut. Atas perbuatannya, ia diganjar hukuman tiga tahun penjara.
Perkara korupsi juga menjerat anggota DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Patrice Rio Capella. Ia didakwa menerima suap Rp 200 juta dari Gubernur Sumatera Utara (nonaktif) Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti, untuk mengamankan kasus dana bantuan sosial di Kejaksaan Agung. Perkara ini tengah disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Operasi tangkap tangan oleh KPK juga dialami anggota Fraksi Partai Hanura, Dewie Yasin Limpo, pada 20 Oktober 2015 di Bandara Soekarno-Hatta. Dewie diduga menerima suap agar proyek pembangkit listrik tenaga mikrohidro di Kabupaten Deiyai, Papua, masuk dalam pembahasan APBN 2016.
(Baca: Ini Kronologi Penangkapan Dewie Yasin Limpo dkk)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.