"Kemudian hasil rekamannya membuat konflik antar-lembaga negara. Jangan sampai sisi lain poin ini dilupakan," kata Hendrawan.
PDI-P balik badan
Secara terpisah, anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dari Fraksi Partai Hanura Sarifudin Sudding menyebut, dalam sepekan, jumlah anggota MKD yang membela Novanto bertambah. (Baca: Anggota MKD yang Membela Novanto Bertambah)
Anggota yang semula konsisten mengusut kasus ini secara obyektif justru berbalik badan. Saat MKD menggelar voting terbuka pada Selasa (1/12/2015) lalu, hanya enam anggota MKD yang memilih untuk menghentikan kasus ini.
Keenam anggota tersebut adalah Kahar Muzakir, Ridwan Bae, dan Adies Kadir dari Fraksi Golkar; Sufmi Dasco Ahmad dan Supratman Andi Agtas dari Fraksi Gerindra; serta Zainut Tauhid dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.
Namun, seusai pemeriksaan tertutup terhadap Setya Novanto pada Senin (7/12/2015), jumlah anggota yang hendak menghentikan kasus ini bertambah.
Mereka hendak menghentikan kasus ini karena mempertimbangkan nota pembelaan pengadu yang menyebut pelapor tak punya ketetapan hukum atau legal standing dan menganggap alat bukti rekaman ilegal.
Akhirnya, jalan tengah diambil. Bukti asli rekaman percakapan diuji terlebih dahulu di Laboratorium Forensik Mabes Polri. (Baca: Hanya Lima Anggota MKD yang Setuju Sidang Setya Novanto Terbuka)
Sidang kasus ini pun harus tertunda untuk sementara waktu selama proses uji forensik dilakukan.
Sudding enggan menyebut siapa saja anggota yang berbalik badan membela Novanto. Namun, saat ditanya apakah anggota MKD dari PDI-P salah satunya, Sudding menjawab, "Nah itu kamu sudah tahu. Tidak perlu dari saya kan."
Jokowi marah
Sikap sejumlah elite PDI-P itu jelas bertolak belakang dengan kegusaran yang diluapkan Presiden Joko Widodo dan juga Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kedua pimpinan ini sebelumnya diusung oleh sejumlah partai koalisi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat, dengan PDI-P masuk di dalamnya.