Masih perlukah fungsi dan kewenangan "mengawasi" serta bahkan "mengambil alih" penyidikan dan penuntutan yang sedang dilakukan kepolisian dan kejaksaan (Pasal 8 UU KPK)?
Lahir dengan kewenangan pencegahan, menyelidik, menyidik, dan menuntut saja sebenarnya sudah sama dengan kewenangan kepolisian dan kejaksaan jika digabung sekaligus. Itu saja sudah hebat bukan?
Lantas untuk apa sesungguhnya pemberian tugas, fungsi, dan kewenangan seperti yang ada dalam Pasal 7 dan 8 tadi?
Jauh dari sekadar perumusan atau alasan kepraktisan, tetapi rasanya perlu dicermati adanya soal-soal yang lebih "makan hati" di balik rumusan kedua pasal.
Faktor psikologis yang melekat pada darah dan jiwa korps kepolisian dan kejaksaan, instansi yang berusia setua republik ini, mungkin bergejolak ketika tiba-tiba harus menerima keputusan politik yang degrading dan bahkan disgracing martabat dan kebanggaan.
Berdasar Pasal 7 dan 8 UU KPK, mereka harus tunduk pada koordinasi KPK. Mereka bahkan harus menyerahkan penanganan kasus korupsi yang sedang mereka proses saat KPK menghendaki.
Beranikah kita membuka mata hati bahwa kondisi itu yang bukan tak mungkin menimbulkan ekses dalam sikap dan cara pandang warga korps kedua instansi tadi? Sekam ketidaksenangan serasa ditumbuhkan.
Masyarakat kita menyimpan memori kolektif bagaimana gesekan atau benturan antarinstansi telah terjadi, dan jangan-jangan, atau sesungguhnya, berpangkal karena ketersinggungan kehormatan dan kebanggaan profesi.
Sebaliknya, kalaupun ditaruh tes yang dibalik, di manakah ruginya kalau rumusan tugas, fungsi, dan kewenangan yang rasanya tidak perlu tadi ditiadakan saja?
KPK pun tidak menjadi lemah karena itu. Biarkan ketiganya berkompetisi dalam memberantas korupsi. Mana yang kurang, mana yang lemah, akhirnya masyarakat dengan dukungan media yang kini sudah demikian bebas akan mengetahui dan menilainya.
Kewenangan untuk melakukan penyadapan, sekalipun dalam bingkai fungsi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, juga memerlukan penambahan aturan main yang baik. Bukan menghapus, melainkan memperbaiki.
Banyak argumentasi yang mengkhawatirkan pembatasan atas kewenangan di bidang itu akan menyebabkan lambatnya penanganan korupsi. Mestinya soal ini juga ditimbang dalam spektrum lebih luas dan imbang. Secara konseptual, tindak penyadapan bertaut dengan hak dasar manusia yang dijamin UUD.
Karena itu, sungguh bagus apabila untuk isu yang penting dan sangat mendasar ini, Komnas HAM dapat diminta menyampaikan pandangannya. Pagar untuk kewenangan ini sebaiknya ada, dan tak baik kalau terus dibiarkan open ended.