Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/12/2015, 16:00 WIB

Rasanya semua masih ingat, kelahiran KPK tahun 2002 dilatari kehendak kuat untuk lebih efektif memberantas korupsi. Itulah kondisi obyektif waktu itu. Walau pahit, kenyataan menunjukkan betapa waktu itu bergelayut penilaian tentang kurang memuaskannya gereget, kinerja, dan capaian Polri dan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.

Pembentukan KPK sebagai lembaga khusus dalam pemberantasan korupsi di samping Polri dan Kejaksaan dapat dikatakan kehendak keadaan. Perumusan fungsi dan kewenangan yang baru belakangan dikatakan hebat dan luar biasa tampaknya seiring cita waktu itu untuk memiliki lembaga yang mrantasi, yang once and for all, nggegirisi.

Karena itu, kalaupun baru sekarang muncul pengakuan bahwa semua itu cenderung berlebihan, ujung-ujungnya itu juga cuma dianggap mengamini sinisme bahwa KPK lahir ketika pikiran sedang panas dan perasaan geregetan melingkupi kejiwaan dalam perpolitikan nasional semasa awal reformasi.

Setidaknya, sekarang baru dirasakan, betapa makhluk baru yang diciptakan secara hebat, luar biasa, dan nggegirisi, ternyata dapat pula "memangsa penciptanya".

Beberapa kekuatan politik bahkan mulai mengkhawatirkan kondisi yang akan kian kurang menguntungkan apabila dalam posisi seperti saat ini, KPK berada di tangan kekuatan politik kelompok tertentu, atau jadi kekuatan politik yang kian tak mudah dikendalikan.

Koordinasi penanganan kasus

Dalam tulisan penulis sebelumnya (Kompas, 15/12/2012) telah diurai perlunya keberanian untuk memikirkan ulang perumusan desain tentang fungsi dan kewenangan lembaga itu.

Setidaknya, dengan melupakan segala "kekeliruan langkah" di masa lalu, jangka waktu dan pengalaman 12 tahun terakhir merupakan waktu yang cukup untuk mengkaji kembali dan memperbaiki konsepsi dan langkah yang selama ini dinilai kurang pas.

Dengan pertimbangan urgensi ataupun kebutuhan khusus, dulu atau kini, keberadaan KPK sebagai lembaga khusus di samping Polri dan Kejaksaan, dengan kewenangan yang "bulat": menyelidik, menyidik, menuntut, hingga mencegah, semuanya sudah bukan masalah lagi.

Dalam konsep pikir itu, KPK melakukan koordinasi dengan kedua instansi tadi. Perumusan hal itu sebagai tugas KPK sudah bagus, tetapi masih perlukah hal itu disertai kewenangan "mengoordinasi" penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi, meminta informasi dan laporan dari instansi terkait (Pasal 7 UU KPK)?

Dalam ketiadaan kejelasan, bukankah pengertian pasal tersebut meliputi pengoordinasian kepolisian dan kejaksaan?

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Nasional
[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

Nasional
Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Nasional
Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem 'Back Up' Data Cepat

Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem "Back Up" Data Cepat

Nasional
Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Nasional
4 Bandar Judi 'Online' Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

4 Bandar Judi "Online" Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

Nasional
Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Nasional
Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Nasional
Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk 'Back Up' Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk "Back Up" Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Nasional
Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Nasional
Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Nasional
Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Nasional
Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi 'Cawe-cawe' di Pilkada 2024

Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi "Cawe-cawe" di Pilkada 2024

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com