MR: Iya.
MS: Investasi patungan. Tapi off taker kita juga.
MR: Iya.
MS: Kalau gitu double dong.
MR: Enggak double, Pak.
MS: Modal dari kita, kita juga yang off taker. Anu, kita bicara dulu di depan, supaya kita bisa mengolahnya.
MR: Pak Off taker itu hanya sugar guarantee.
MS: Iya purchasing guarantee.
MR: Purchasing guarantee itu tidak ada uang keluar. Hanya guarantee. Maka cuan. Uang keluar itu hanya untuk pembangunan. Kalau itu bapak juga harganya bisa dikontrol pada yang wajar.
SN: Harga itu sektor terbesar.
MR: Iyalah itu kira-kira. Harga perlu dikendalikan yang wajar. Atau kalau terbalik, kalau pure itu, itu kan satu deal. Misalnya Jim bilang Freeport gak usah ikut. Silahkan yang lain, murni. Investor banyak yang mau, gak susah kalau Freeport. Marubeni ngotot mau masuk situ, Cuma harga tinggi. Itu maksud saya Pak. Justru kita sebagai lokal, merasa nyaman kalau itu opsinya sama Freeport. Dibandingkan kalau sama orang luar. China pun ada yang mau Pak.
MS: Ini yang Pak Riza sampaikan yang lalu sama Dharmawangsa itu kan.
MR: Iya. Itu harganya yang wajar. Bukan harga yang tidak ketinggian tidak kerendahan. Kan PT-nya milik bapak juga, 51 %. Nanti bapak juga jangan sampai menekan ke induk usaha Freeport, pertambangan.
MS: Kuncinya kan itu lagi, surat perpanjangan itu. Tidak mungkin keluar purchasing guarantee kalau tidak. PLTA mau dibangun itu kan untuk underground mining. Underground mining baru bisa dipastikan mau dilanjutkan kalau ada perpanjangan.
MR: Betul perpanjangan. Ini Komitmen itu dibutuhkan. Komitmen itu belum off take guarantee belum, Pak.
MS: Lho kalau komitmen, Freeport komitmen. Begitu ada perpanjangan komitmen kita akan jalankan. Saya pertaruhkan itu.
MR: Itulah pak yang perlu duduk itu komitmen.
MS: Karena tidak mungkin itu pak. Freeport sudah menanam 4 M dollar. Sudah yang mempersiapkan underground, untuk infrastruktur dan pesiapan operasional, meskipun tanpa kepastian. Jadi jangan ragu dengan komitmen. Terus untuk smelter Desember nanti kita taruh lagi 700 ribu dollar, itu commitment fee. Itu Desember. Tanpa ada kepastian lho Pak. Karena kita tidak tahu dianggap tidak komitmen.
MR: 700 juta ya Pak?
MS: Sorry 700 juta dollar. Apalagi yang kita kurang komitmen. Tidak perlu komitmen lagi. Ini sudah komitmen. Ndak ada ndak ada.
MR: Tapi kira-kira kalau konsep tadi mau ambil apa enggak?
MS: Saya nggak jamin mau apa nggak. Tapi kasihkan dulu itu Pak.
MR: Wah kalau ada 700 juta, proposal gitu gua lepas ini.
SN: Artinya kalau ada opportunity…. Kan ada di Pak Luhut.
MS: Signed dulu itu.
MR: Signed itu pasti itu akan segera.
MS: Tapi kalau dengar penjelasan Pak Ketua tadi sayanya enggak begitu jelas. Dari Pak Jokowi ya enggak jelas.
SN: Kalau Pak Jokowi itu dia, beliau sudah setuju kalau sarannya untuk di Gresik. Tapi berikutnya di Papua. Tapi ada ujungnya-ujungnya, waktu saya makan itu “Pak Ketua sudah bicara belum Pak Luhut, saya disuruh ngadep ke Pak Luhut, ngobrol-ngobrol. Saya langsung tahu ceritanya ini waktu rapat, yang terjadi antara si ESDM dengan Darmo. Kalau menurut saya, memang Pak, Presiden itu ada yang mohon maaf ya, ada yang dipikirkan untuk ke depan memang. Kalau dilihat dari, karena dia dengar Pak Jusuf Kalla itu kan terjadi begitu, makanya selalu menyinggung masak Jusuf Kalla terus. Kalau lihat begitu memang dia.
MS: Ada ganjalan.
SN: Ada ganjalan. Makanya kita harus menutupi. Gak habis-habis.
MS: Mempercantik.
SN: Mempercantik. Tapi kalau pengalaman kita, artinya saya dengan pak Luhut, pengalaman-pengalaman dengan presiden, itu rata-rata 99 % itu goal semua Pak. Ada keputusan-keputusan penting kayak Arab itu, bermain kita. Makanya saya tahu. Makanya Bung Riza begitu tahu Darmo, dimaintaince, dibiayai terus itu Darmo habis-habisan supaya belok. Pinter itu.
MS: Anu The lobbies.
(MS, SN, MR ketawa)