Anggota Divisi Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Wara Aninditari, yang ikut mendampingi aksi bercerita, selama dua pekan berturut-turut, para peserta harus berdebat dengan aparat kepolisian untuk bisa melakukan aksi.
Bahkan, pada Kamis (19/11) pekan lalu, dua mobil pengendali massa berupa truk besar berada di lokasi dan menghalangi pandangan ke arah Istana. Kamis ini, pengamanan tidak seketat pada dua pekan sebelumnya.
"Kami tidak mau bentrok juga. Sebaiknya, mereka paham sendiri karena sudah ada aturannya. Kenapa baru diterapkan saat ini? Ya, kami hanya menjalankan tugas saja," kata Wakil Kepala Kepolisian Sektor Gambir Komisaris M Nababan.
Kendati demikian, Sumarsih dan rekan-rekannya yang senasib beserta para pegiat HAM tak akan berpindah dari lokasi tersebut. Tiap kamis di depan Istana Negara akan menjadi satu hari penting bagi mereka.
Hari ketika pemerintah semestinya mengingat ada sejarah yang tidak tuntas, banyak nyawa melayang sia-sia tanpa pertanggungjawaban, dan hak hidup yang hilang karena tuduhan tak beralasan.
Sudah waktunya pemerintah memberi ruang penyelesaian perkara pelanggaran HAM. Bukankah itu janji Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) saat kampanye? Menuntaskan perkara pelanggaran HAM.
Jika tak kunjung terwujud, biarkan mereka berdiam di bawah payung hitam dengan keteguhan hati sebagai pesan bagi generasi muda untuk menolak lupa. (RIANA A IBRAHIM)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.