Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Simbol Menolak Lupa yang Patut Dijaga

Kompas.com - 28/11/2015, 15:03 WIB

Jangan diam! Lawan!" seru peserta aksi kamisan seusai melakukan refleksi, di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (26/11). Refleksi dilakukan setelah mereka selesai menggelar aksi kamisan, yaitu aksi berdiri mematung sembari membawa poster dan payung hitam.

Kamis kemarin merupakan aksi ke-421. Aksi diam ini pertama kali dilakukan pada Kamis, 18 Januari 2007.

Aksi itu dilakukan karena negara dinilai sengaja mengabaikan berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia. "Aksi payung hitam" menjadi salah satu upaya untuk bertahan dalam memperjuangkan pengungkapan kebenaran, mencari keadilan, sekaligus melawan lupa.

Setelah delapan tahun berlalu, semangat itu tak luntur meski dihantui pelarangan karena aturan yang tak lagi memperbolehkan mereka berdiri diam di depan salah satu simbol negara tersebut.

Kamis kemarin merupakan pekan ketiga sejak upaya pelarangan oleh aparat dengan memberlakukan ketentuan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Aturan yang sudah ada sejak 17 tahun lalu itu entah kenapa baru mulai digalakkan saat ini.

UU No 9/1998 yang ditandatangani Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie itu memuat ketentuan tentang lokasi-lokasi penyampaian pendapat di muka umum.

Pasal 9 Ayat (2) UU itu menyebutkan, lingkungan istana kepresidenan dikecualikan dari lokasi penyampaian pendapat.

Di bagian penjelasan disebutkan, "Yang dimaksud dengan pengecualian di lingkungan istana kepresidenan adalah istana presiden dan istana wakil presiden dengan radius 100 meter dari pagar luar."

Padahal, sejak awal kamisan digelar, lokasi penyampaian pendapat tak pernah berubah, lebih kurang 50 meter dari Istana Presiden. Selama 8 tahun, mereka tidak pernah diusik oleh pemerintah yang berkuasa dengan dalih regulasi.

"Karena kami juga tidak pernah mengganggu," ujar Maria Katarina Sumarsih (52), yang aktif dalam Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan sekaligus orangtua Bernardus Realino Norma Irawan, korban Tragedi Semanggi I.

Sebenarnya, lokasi 100 meter dari Istana Negara hanya bergeser tak jauh dari tempat yang selama ini digunakan, yaitu di dekat taman yang berada di seberang Istana.

Di dekat taman itu dipasang papan berwarna kuning sebagai pembatas dengan tulisan "Batas Lokasi Penyampaian Pendapat di Muka Umum".

Hanya saja, lokasi di belakang papan itu kurang strategis dan tak langsung menghadap ke Istana.

"Berhadapan dengan Istana saja, apa yang kami perjuangkan tak didengar. Apalagi dipindahkan," kata salah satu korban peristiwa 1965, Kusnendar (83).

Anggota Divisi Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Wara Aninditari, yang ikut mendampingi aksi bercerita, selama dua pekan berturut-turut, para peserta harus berdebat dengan aparat kepolisian untuk bisa melakukan aksi.

Bahkan, pada Kamis (19/11) pekan lalu, dua mobil pengendali massa berupa truk besar berada di lokasi dan menghalangi pandangan ke arah Istana. Kamis ini, pengamanan tidak seketat pada dua pekan sebelumnya.

"Kami tidak mau bentrok juga. Sebaiknya, mereka paham sendiri karena sudah ada aturannya. Kenapa baru diterapkan saat ini? Ya, kami hanya menjalankan tugas saja," kata Wakil Kepala Kepolisian Sektor Gambir Komisaris M Nababan.

Kendati demikian, Sumarsih dan rekan-rekannya yang senasib beserta para pegiat HAM tak akan berpindah dari lokasi tersebut. Tiap kamis di depan Istana Negara akan menjadi satu hari penting bagi mereka.

Hari ketika pemerintah semestinya mengingat ada sejarah yang tidak tuntas, banyak nyawa melayang sia-sia tanpa pertanggungjawaban, dan hak hidup yang hilang karena tuduhan tak beralasan.

Sudah waktunya pemerintah memberi ruang penyelesaian perkara pelanggaran HAM. Bukankah itu janji Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) saat kampanye? Menuntaskan perkara pelanggaran HAM.

Jika tak kunjung terwujud, biarkan mereka berdiam di bawah payung hitam dengan keteguhan hati sebagai pesan bagi generasi muda untuk menolak lupa. (RIANA A IBRAHIM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MA Perintahkan KPU Cabut Aturan Batas Usia Calon Kepala Daerah

MA Perintahkan KPU Cabut Aturan Batas Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
RSUD di Musi Rawas Utara Kekurangan Listrik, Jokowi Langsung Telepon Dirut PLN

RSUD di Musi Rawas Utara Kekurangan Listrik, Jokowi Langsung Telepon Dirut PLN

Nasional
Politik Uang: Sanderaan Demokrasi

Politik Uang: Sanderaan Demokrasi

Nasional
Tinjau RSUD Rupit, Jokowi Senang Tak Ada Keluhan Kurang Dokter Spesialis

Tinjau RSUD Rupit, Jokowi Senang Tak Ada Keluhan Kurang Dokter Spesialis

Nasional
Kemenlu: 14 WNI Ditangkap Kepolisian Hong Kong, Diduga Terlibat Pencucian Uang

Kemenlu: 14 WNI Ditangkap Kepolisian Hong Kong, Diduga Terlibat Pencucian Uang

Nasional
Jokowi Minta Polri Transparan Usut Kasus 'Vina Cirebon'

Jokowi Minta Polri Transparan Usut Kasus "Vina Cirebon"

Nasional
Hakim MK Bingung Saksi Parpol yang Diusir KPPS Tak Punya Surat Presiden

Hakim MK Bingung Saksi Parpol yang Diusir KPPS Tak Punya Surat Presiden

Nasional
Nayunda Jadi Honorer Kementan Masuk Kerja 2 Hari, tapi Digaji Setahun

Nayunda Jadi Honorer Kementan Masuk Kerja 2 Hari, tapi Digaji Setahun

Nasional
Komisi III DPR Sebut Usia Pensiun Polri Direvisi agar Sama dengan ASN

Komisi III DPR Sebut Usia Pensiun Polri Direvisi agar Sama dengan ASN

Nasional
Jokowi Teken Susunan 9 Nama Pansel Capim KPK

Jokowi Teken Susunan 9 Nama Pansel Capim KPK

Nasional
Minta Intelijen Petakan Kerawanan Pilkada di Papua, Menko Polhukam: Jangan Berharap Bantuan dari Wilayah Lain

Minta Intelijen Petakan Kerawanan Pilkada di Papua, Menko Polhukam: Jangan Berharap Bantuan dari Wilayah Lain

Nasional
Antisipasi Konflik Israel Meluas, Kemenlu Siapkan Rencana Kontigensi

Antisipasi Konflik Israel Meluas, Kemenlu Siapkan Rencana Kontigensi

Nasional
Cak Imin Sebut Dukungan Negara Eropa untuk Palestina Jadi Pemantik Wujudkan Perdamaian

Cak Imin Sebut Dukungan Negara Eropa untuk Palestina Jadi Pemantik Wujudkan Perdamaian

Nasional
Polri Ungkap Identitas Anggota Densus 88 yang Buntuti Jampidsus, Berpangkat Bripda

Polri Ungkap Identitas Anggota Densus 88 yang Buntuti Jampidsus, Berpangkat Bripda

Nasional
Revisi UU Polri, Polisi Bakal Diberi Wewenang Spionase dan Sabotase

Revisi UU Polri, Polisi Bakal Diberi Wewenang Spionase dan Sabotase

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com