JAKARTA, KOMPAS.com — Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan, Dermawan Ginting, didakwa menerima suap dari pengacara Otto Cornelis Kaligis sebesar 5.000 dollar AS. Uang tersebut dimaksudkan untuk memenangkan gugatan yang diajukan terkait penyelidikan dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Utara oleh Kejaksaan Tinggi Sumut.
"Padahal, diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," ujar jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Surya Nelly, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (19/10/2015).
Jaksa mengatakan, pada akhir April 2015, Kaligis dan dua anak buahnya, M Yagari Bhastara alias Gary dan Yurinda Tri Achyaninalias Indah, mendatangi Kantor PTUN Medan. Kaligis kemudian bertemu dengan Ketua PTUN Tripeni Irianto Putro untuk konsultasi pengajuan gugatan atas pengujian wewenang kejaksaan tinggi dalam melakukan pemanggilan saksi dan penyelidikan kasus dana bantuan sosial, bantuan daerah bawahan (BDB), bantuan operasional sekolah (BOS), dan juga terkait penahanan pencairan dana bagi hasil (DBH) dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD Pemprov Sumatera Utara.
"Selanjutnya, Tripeni mengatakan, 'Silakan dimasukkan saja, nanti akan kita periksa'," kata jaksa.
Saat itu juga, Kaligis memberi amplop berisi uang 5.000 dollar Singapura kepada Tripeni. Pada awal Mei 2015, panitera PTUN Medan Syamsir Yusfan menghubungi Gary dan menyatakan bahwa gugatan dapat didaftarkan. Setelah itu, Kaligis, Gary, dan Indah berangkat ke Medan untuk mendaftarkan gugatan.
Setelah gugatan didaftarkan, Tripeni menyatakan kepada Gary bahwa Kaligis memintanya menjadi hakim ketua. Tripeni pun menunjuk Dermawan dan hakim Amir Fauzi menjadi anggota majelis hakim dalam perkaranya.
Atas permintaan Kaligis, istri Gubernur nonaktif Sumut, Evy Susanti, menyerahkan uang sebesar 30.000 dollar AS dan Rp 50 juta untuk diberikan kepada hakim dan panitera PTUN Medan. Setelah itu, Kaligis meminta Gary menemui Dermawan untuk menjelaskan kesimpulan yang telah dia buat, tetapi saat itu Dermawan tak ada di ruangannya.
Gary pun meninggalkan kantor PTUN dan berangkat menuju bandara. Tak lama setelah itu, Syamsir menghubungi Gary dan menyampaikan bahwa Dermawan ingin bertemu. Gary kemudian kembali ke Kantor PTUN Medan.
"Terdakwa meminta Gary melakukan pemaparan hukum terkait Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dan menyampaikan permintaan Kaligis agar putusannya nanti sesuai dengan petitum gugatan," kata jaksa.
Kemudian Dermawan menemui Amir di ruang kerjanya dan memberi tahu ihwal permintaan Kaligis untuk mengabulkan permohonan. Saat itu Gary juga menjanjikan akan memberikan sejumlah uang kepada terdakwa dan Amir Fauzi.
Atas iming-iming tersebut, Dermawan dan Amir sepakat memenuhi permintaan Kaligis. Dermawan pun meminta Gary mengatur pertemuan dengan Kaligis. Gary pun menyanggupinya untuk bertemu pada 5 Juli 2015 di Kantor PTUN Medan.
Sementara itu, Tripeni menyampaikan pertemuannya dengan Kaligis kepada Dermawan dan Amir. Pada Musyawarah Majelis Hakim tersebut, Tripeni meminta Dermawan dan Amir untuk mengabulkan permohonan dari Kaligis.
Namun, Tripeni menyarankan untuk tidak mengabulkan permohonan yang berkaitan dengan Surat Perintah Penyelidikan karena itu bersifat umum atau pidana. Jadi, hanya surat permintaan keterangan yang dinyatakan tidak sah.
"Akhirnya disepakati bahwa permohonan dapat dikabulkan sebagian," jelas jaksa.
Kaligis, Gary, dan Indah pun kembali menyambangi Kantor PTUN Medan pada 5 Juli 2015. Mereka tiba di halaman belakang kantor PTUN dengan menumpangi mobil Alphard hitam. Saat itu, Kaligis melalui Gary memberikan uang sebesar masing-masimg 5.000 dollar AS kepada Dermawan dan Amir. Uang tersebut dimasukkan ke dalam amplop putih dan diselipkan di sela halaman buku.
Tidak sesuai harapan
Keesokan harinya, Dermawan dan Amir melaporkan kepada Tripeni soal penerimaan uang dari Kaligis. Namun, jumlahnya tidak sesuai harapan Dermawan dan Amir. Tripeni kemudian menenangkan mereka bahwa nantinya hanya sebagian gugatan yang dikabulkan. Putusan atas gugatan Pemprov Sumut dibacakan pada 7 Juli 2015.
"Menyatakan keputusan termohon (Kejaksaan Tinggi) perihal permohonan keterangan kepada Bendahara Umum Daerah adalah penyalahgunaan wewenang," kata hakim Tripeni dalam putusan, seperti dikutip dalam dakwaan.
Seusai sidang, Gary memberikan uang sebesar 1.000 dollar AS kepada Syamsir. Keesokan harinya, Syamsir menghubungi Gary dan meminta uang "tunjangan hari raya" untuk Tripeni. Kaligis kemudian menyuruh Gary menemui Tripeni untuk memberikan uang 5.000 dollar AS dari Kaligis.
Saat uang itu diserahkan, petugas KPK menangkap tangan Tripeni, Dermawan, Amir, dan Gary.
Atas perbuatannya, Dermawan dijerat Pasal 12 huruf c Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUH Pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.