Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Penyandang Disabilitas

Kompas.com - 14/07/2015, 15:35 WIB
Keadilan

Rasa keadilan penyandang disabilitas di ranah hukum sering kali tidak terpenuhi.  Hal ini karena ada ketentuan yang termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang cenderung memosisikan penyandang disabilitas sebagai pihak yang tidak layak memberi keterangan atau cacat hukum.

Aktivis Sasana Integrasi dan Advokasi Difable (Sigab) Yogyakarta menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual di kalangan penyandang disabilitas cukup banyak, tetapi cenderung tidak terselesaikan. Kendala yang muncul di antaranya mulai dari ketidakmauan pihak keluarga melaporkan kasus hingga persepsi umum yang menganggap fungsi fisik penting sehingga penyandang disabilitas dianggap tidak layak secara fisik dan diposisikan sebagai bukan manusia seutuhnya. Ketidaksensitifan hukum ini tampak pada pasal kesaksian termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan KUHAP.

Selain itu, para penegak hukum di Indonesia juga telah terbiasa tekstual dan bergantung pada kedua ketentuan hukum tersebut. Akibatnya, di ruang-ruang pengadilan sering kesaksian korban disabilitas diabaikan karena dianggap tidak masuk dalam kategori kesaksian penuh atau cacat hukum. Alasannya, secara fisik mereka tidak mampu melihat, mendengar, dan mengalami.

Alhasil, semua pembuktian kejahatan seksual yang disampaikan oleh korban disabilitas justru diabaikan sebagaimana terungkap dalam kasus pemerkosaan siswa di Sukoharjo oleh guru pada 2013. Hakim menjatuhkan hukuman pidana kepada pelaku setelah mendengarkan keterangan dari saksi yang bukan disabilitas,  

RUU disabilitas semestinya bisa mengakomodasi kemungkinan keterlibatan penyandang disabilitas di ranah hukum. Hal tersebut sangat terkait dengan aspek perlindungan (hukum) dan pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas. Bentuk konkretnya perlu dibunyikan dalam RUU terkait penyediaan fasilitas berupa alat bantu selama proses pengadilan, seperti penyediaan pendamping dan penerjemah bahasa isyarat bagi penyandang disabilitas rungu.

RUU disabilitas juga harus mengatur dengan jelas mekanisme pengawasan dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan. Konkretnya, mekanisme pengawasan bisa melalui pembentukan lembaga setingkat komisi nasional yang salah satu misinya adalah mengawasi dan mengevaluasi segala upaya (pemerintah) dalam rangka melindungi dan memenuhi hak-hak disabilitas. Komisi dimaksud harus independen dan bebas dari intervensi pihak mana pun.

Yossa Nainggolan
Peneliti Komnas HAM; Pemerhati Disabilitas

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Juli 2015, di halaman 7 dengan judul "RUU Penyandang Disabilitas".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com