JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Agung Gayus Lumbuun menyebut Mahkamah Agung (MA) tidak menjalankan undang-undang dalam menyikapi gejolak di masyarakat terkait putusan praperadilan. Gayus berharap MA segera mengeluarkan regulasi yang mengatur hukum acara praperadilan.
Hal tersebut dikatakan Gayus karena hingga saat ini MA belum juga mengeluarkan kebijakan terkait putusan praperadilan. (baca: MA Didesak Bentuk Regulasi Baru untuk Praperadilan)
"Saya tidak berpikir MA tidak melanggar undang-undang, tetapi paling tidak, MA tidak menjalankan Undang-Undang MA dan Undang-Undang No 48 Tahun 2009 Pasal 3 tentang Kekuasan Kehakiman, di mana MA berwenang untuk membuat kebijakan apabila terjadi hal-hal yang menimbulkan gejolak di masyarakat," ujar Gayus, dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (17/6/2015).
Menurut Gayus, gejolak yang timbul di masyarakat diakibatkan oleh beberapa putusan praperadilan yang memiliki disparitas atau perbedaan pada hukum acara yang dipahami hakim.
Gejolak dalam hukum acara praperadilan bermula ketika Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi, memperluas obyek praperadilan dengan memasukan penetapan tersangka sebagai obyek praperadilan. (baca: KY Didesak Segera Putuskan Kasus Dugaan Pelanggaran Etik Hakim Sarpin)
Selain itu, gejolak semakin terlihat saat hakim mempersoalkan keabsahan penyidik, seperti dalam praperadilan bagi mantan Direktur Jenderal Pajak, Hadi Poernomo. (baca: KPK Tegaskan Tak Hentikan Penyidikan Kasus Hadi Poernomo)
Melihat proses praperadilan belakangan ini, Gayus menilai kekuasaan praperadilan menjadi lebih tinggi dari pokok perkara. Dampaknya, proses penyelidikan sampai penyidikan oleh aparat penegak hukum menjadi sia-sia.
Aturan undang-undang sebenarnya memberikan kewenangan bagi MA untuk mengatur lembaga-lembaga yang berada di bawah kekuasaan kehakiman. Untuk itu, Gayus menegaskan diperlukan kesadaran bagi MA untuk segera mengeluarkan regulasi yang mengatur hukum acara praperadilan.
Regulasi tersebut dapat berbentuk Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA), atau Peraturan Mahkamah Agung (Perma). Sesuai Pasal 8 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundangan, apabila UU yang berlaku tidak cukup mengatur kelancaran peradilan, MA dapat mengeluarkan kebijakan dalam bentuk peraturan MA.
"Kadang-kadang, sikap diam itu emas, tetapi kalau sudah menimbulkan gejolak, apa itu emas?" kata mantan politisi PDI Perjuangan itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.