JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Susanto Ginting mengatakan, Mahkamah Agung perlu membuat regulasi baru untuk membatasi beragamnya putusan hakim dalam praperadilan. Ia mengatakan, penafsiran hakim akan meluas jika tidak ada aturan khusus yang membatasinya.
"Perlu diatur sejauh mana hakim dapat memutuskan. Misal dalam tiga praperadilan yang dikabulkan itu, penafsirannya terlalu jauh dari konteks praperadilan," ujar Miko di Jakarta, Selasa (16/6/2015).
Tiga praperadilan yang dimaksud yaitu praperadilan Komjen Budi Gunawan yang dikabulkan oleh hakim tunggal Sarpin Rizaldi. Putusan Sarpin menyatakan bahwa penetapan Budi sebagai tersangka tidak sah, padahal saat itu Mahkamah Konstitusi belum memperluas objek praperadilan. Setelah itu, dalam sidang mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin, hakim tunggal Yuningtyas Upiek Kartikawati menyebutkan KPK tidak dapat menunjukkan alat bukti penetapan Ilham sebagai tersangka.
Dengan demikian, penyidikan KPK dianggap tidak sah. Bahkan, setelah KPK mengganti strategi dalam praperadilan mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo, Hakim Haswandi justru tidak menyentuh dalil penetapan tersangka, melainkan keabsahan penyelidik dan penyidik KPK yang bukan berasal dari Polri dan Kejaksaan.
Miko mengatakan, format peraturan tersebut bukan berupa surat edaran MA seperti yang sebelumnya diwacanakan. Menurut dia, berdasarkan Pasal 82 Undang-undang MA, instansi tersebut berwenang membentuk peraturan baru.
"MA bisa jadi regulator untuk menerbitkan peraturan apabila hukum tidak mengatur secara lengkap," kata Miko.
Selain itu, peraturan tersebut nantinya akan mengatur sejauh mana pembuktian berlangsung di praperadilan. Miko.mengatakan, peraturan tersebut tidak hanya harus dibentuk untuk KPK, namun juga penegak hukum lainnya.
"Berapa ribu orang yang ditetapkan sebagai tersangka karena putusan MK, berapa ribu juga yang mengajukan praperadilan," kata Miko.
Baca juga: Hakim Agung Sebut MA Akan Keluarkan Perma untuk Atur Gelombang Praperadilan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.