Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemendagri Tak Akan Ikut Campur soal Sabda Raja Keraton Yogyakarta

Kompas.com - 11/05/2015, 17:29 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pemerintah tidak mau ikut campur terkait polemik Keraton Yogyakarta dengan diterbitkannya Sabda Raja Sultan Hamengku Buwono X. Sabda Raja merupakan ranah internal Keraton dan bukan ranah pemerintahan.

"Mengenai Sabda Raja pada prinsipnya itu kepentingan internal Kesultanan Yogyakarta. Seorang raja mempunyai hak-hak sebagaimana diatur internal Kesultanan Yogyakarta. Kemendagri tidak ingin terlibat langsung karena tidak ada kaitannya dengan pemerintahan provinsi DIY yang punya keistimewaan," kata Tjahjo, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/5/2015).

Tjahjo menambahkan, beberapa waktu belakangan ini, memang ada keluarga dari Kesultanan Yogyakarta yang meminta dirinya untuk melakukan rapat dengan Sultan Hamengku Buwono X.

"Tapi, saya tegaskan, itu urusan internal keluarga. Saya kira diselesaikan sendiri tanpa campur tangan pemerintah," kata Tjahjo.

Hingga saat ini, lanjut Tjahjo, ia belum mendapat laporan baik dari Pemerintah Provinsi DIY ataupun DPRD DIY terkait masalah ini. Oleh karena itu, pemerintah tak perlu reaktif dalam merespons hal ini.

Menurut seorang kerabat Keraton yang minta tak disebut namanya, Sabda Raja itu antara lain berisi perubahan gelar Raja Keraton Yogyakarta dari Sultan Hamengku Buwono menjadi Sultan Hamengku Bawono. Selain itu, gelar Kalifatullah yang melekat terhadap Raja Keraton Yogyakarta juga dihapus. Adapun frasa "kaping sedasa" dalam gelar Sultan HB X diubah menjadi "kaping sepuluh".

Sebelumnya, gelar lengkap Sultan HB X adalah Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping Sedasa ing Ngayogyakarto Hadiningrat.

Menantu Sultan HB X, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Purbodiningrat, mengatakan, Sabda Raja yang dikeluarkan Sultan menyebabkan beberapa perubahan di Keraton Yogyakarta. Karena Keraton terikat hubungan dengan pemerintah, perubahan itu perlu diberitahukan. Pemberitahuan akan dikirim kepada Kementerian Dalam Negeri.

KPH Purbodiningrat enggan membeberkan isi pemberitahuan tersebut. Namun, pemberitahuan itu diduga terkait dengan perubahan gelar Raja Keraton Yogyakarta. Gelar itu disebut secara rinci dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY sehingga perubahan gelar idealnya diikuti revisi UU.

KPH Purbodiningrat mengatakan, informasi soal Sabda Raja yang beredar di masyarakat saat ini masih belum lengkap. Oleh karena itu, pada pekan depan, Keraton akan menggelar konferensi pers untuk menjelaskan Sabda Raja secara resmi.

"Informasi yang beredar sekarang masih berupa penggalan-penggalan sehingga belum bisa dipahami secara menyeluruh," kata anggota DPRD DIY itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Loyalitas Pegawai KPK Dikeluhkan, Rekrutmen Independen Patut Dipertimbangkan

Loyalitas Pegawai KPK Dikeluhkan, Rekrutmen Independen Patut Dipertimbangkan

Nasional
KPK Mesti Lakukan Terobosan Supaya Pegawai Independen dan Loyal

KPK Mesti Lakukan Terobosan Supaya Pegawai Independen dan Loyal

Nasional
Belum Lirik Sandiaga, PKB Masih Prioritaskan Marzuki Mustamar untuk Pilkada Jatim

Belum Lirik Sandiaga, PKB Masih Prioritaskan Marzuki Mustamar untuk Pilkada Jatim

Nasional
Menkes Sebut Dokter Asing Didatangkan untuk Selamatkan Bayi Kelainan Jantung

Menkes Sebut Dokter Asing Didatangkan untuk Selamatkan Bayi Kelainan Jantung

Nasional
MKD Sebut Perputaran Dana Dugaan Judi Online di DPR Capai Rp 1,9 Miiar

MKD Sebut Perputaran Dana Dugaan Judi Online di DPR Capai Rp 1,9 Miiar

Nasional
DPR Desak Kapolri Buka Lagi Kasus Afif yang Tewas Diduga Dianiaya Polisi

DPR Desak Kapolri Buka Lagi Kasus Afif yang Tewas Diduga Dianiaya Polisi

Nasional
Bantah KPK, Kejagung: Kami Terbuka Jalankan Fungsi Koordinasi dan Supervisi

Bantah KPK, Kejagung: Kami Terbuka Jalankan Fungsi Koordinasi dan Supervisi

Nasional
Soal Revisi UU Polri, Pengawasan Eksternal Harusnya Ditingkatkan lewat Dewan Kepolisian Nasional

Soal Revisi UU Polri, Pengawasan Eksternal Harusnya Ditingkatkan lewat Dewan Kepolisian Nasional

Nasional
Jokowi, Luhut Hingga Sri Mulyani Bahas Aturan IUPK Batu Bara, Pajaknya Bakal Naik?

Jokowi, Luhut Hingga Sri Mulyani Bahas Aturan IUPK Batu Bara, Pajaknya Bakal Naik?

Nasional
Menkes Akui Harga Obat di Indonesia Lebih Mahal Dibanding Malaysia, Inefisiensi Penyebabnya

Menkes Akui Harga Obat di Indonesia Lebih Mahal Dibanding Malaysia, Inefisiensi Penyebabnya

Nasional
Redupnya Politik Buruh di Panggung Elektoral

Redupnya Politik Buruh di Panggung Elektoral

Nasional
DPR Undang Para Eks Mendikbud Bahas Biaya Pendidikan, Anies Tak Hadir

DPR Undang Para Eks Mendikbud Bahas Biaya Pendidikan, Anies Tak Hadir

Nasional
Kapolri: Pengawas Eksternal Juga Monitor Penanganan Kasus Dugaan Penganiayaan AM di Padang

Kapolri: Pengawas Eksternal Juga Monitor Penanganan Kasus Dugaan Penganiayaan AM di Padang

Nasional
Modal 'Hattrick' Menang Pemilu, PDI-P Klaim Paling Siap Hadapi Pilkada

Modal "Hattrick" Menang Pemilu, PDI-P Klaim Paling Siap Hadapi Pilkada

Nasional
60 Orang yang Bekerja di DPR Terindikasi Main Judi Online, 2 di Antaranya Anggota DPR

60 Orang yang Bekerja di DPR Terindikasi Main Judi Online, 2 di Antaranya Anggota DPR

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com