Jajaran di bawah Presiden seharusnya tak sekadar taat administrasi birokrasi pemerintahan dalam menyusun perpres itu, tetapi juga peka dalam memahami pandangan masyarakat. Ketidakpekaan dalam menyusun perpres itu, menurut Tamrin, membuat nurani kolektif rakyat terluka sehingga reaksi yang muncul adalah desakan publik agar perpres itu dicabut.
Tentang perpres-perpres "bermasalah" itu, Presiden berpendapat, jika memang perpres dinilai belum benar, ia tak segan merevisi. Ia mengakui, terkadang ada perbedaan cara pandang antara publik dan pemerintah terhadap suatu perpres.
"Belum tentu yang dipikirkan pemerintah itu sama dengan yang dipikirkan publik. Kita bekerja untuk siapa? Rakyat, kan? Kalau rakyat memang tidak menghendaki, ya, dicabut," kata Jokowi, Rabu (29/4/2015).
Tamrin menilai, Jokowi mempunyai sikap yang jujur dan berani mengakui kesalahan. Sikap seperti itu menimbulkan rasa hormat dari publik apabila dibarengi dengan langkah perbaikan nyata.
Salah satu langkah perbaikan yang dapat dilakukan Presiden, menurut Saldi, membentuk unit khusus di bawah Presiden yang fokus menangani perundang-undangan. Unit ini diharapkan bisa mengintegrasikan fungsi bidang hukum di Setkab dan Setneg dalam mengonsolidasikan peraturan hukum secara lintas sektoral serta membuka ruang partisipasi publik dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.
Usulan ini tak lepas dari keberadaan Direktorat Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham yang, menurut dia, tidak memadai untuk melaksanakan fungsi itu. (C Wahyu Haryo PS)
* Artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Mei 2015 dengan judul "Di Balik Revisi dan Pencabutan Perpres Jokowi".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.