Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Pengetatan Remisi Dianggap Melegalkan Kebencian kepada Koruptor

Kompas.com - 29/03/2015, 20:03 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Wakil Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Sugeng Teguh Susanto mengatakan, narapidana kasus korupsi hampir tidak akan mendapatkan remisi selama masih ada Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang pengetatan remisi bagi terpidana kasus pidana luar biasa.

Ia menilai peraturan tersebut sebagai media yang meng-institusionalkan kebencian pada koruptor.

Kuasa hukum Rahmat Yasin (Bupati Bogor nonaktif) itu memberi contoh apa yang dialami kliennya. Menurut Sugeng, Yasin sulit mendapatkan remisi karena tidak akan pernah mendapat status sebagai justice collaborator dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Klien saya Rahmat Yasin diminta penyidik KPK untuk menjelaskan aliran dana pada (mantan) Menhut Zulkifli Hasan. Tapi tidak bisa karena memang tidak ada hubungan antara klien saya dengan Menhut," kata Sugeng, dalam sebuah diskusi, di Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (29/3/2015).

Sugeng melanjutkan, dalam kasus yang menjerat kliennya, peluang menjadi justice collaborator hanya dimiliki oleh pihak ketiga yang merupakan perusahaan swasta dan diduga mengalirkan sejumlah uang pada eksekutif. (baca: ICW Curigai Usulan Revisi Aturan Remisi Titipan Koruptor)

Dalam hal ini, Sugeng menganggap PP 99/2012 tidak adil karena Yasin tidak berpeluang menjadi justice collaborator yang menjadi salah satu syarat koruptor mendapatkan remisi.

"PP 99 ini menjadi kebencian pada koruptor yang dilembagakan, kebencian yang diinstitusionalkan," ujarnya. (baca: Kemenkumham: Pengetatan Remisi Sama Saja Menghukum Koruptor Dua Kali)

Ia melanjutkan, peluang menjadi justice collaborator juga hanya terbuka ketika masa persidangan. Setelah itu, statusnya akan naik menjadi narapidana dan peluang menjadi justice collaborator secara perlahan akan tertutup total.

"Ada syarat napi harus jadi justice collaborator, saya katakan ini tidak mungkin Anda dapatkan karena kalau sudah jadi napi proses tersebut sudah sulit Anda dapatkan," pungkasnya.

Menkumham Yasonna Laoly sebelumnya menggulirkan wacana merevisi PP No 99/2012. Menurut Yasonna, seburuk-buruknya napi kasus korupsi, mereka tetap harus memperoleh haknya untuk mendapat keringanan hukuman seperti narapidana kasus lain. (Baca: Menkumham Minta Koruptor Tak Diperlakukan Diskriminatif)

Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan bahwa Menkumham telah menyampaikan usulan itu kepada Presiden Joko Widodo. Presiden, kata Andi, meminta Yasonna melengkapi bahan kajian dan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat. (Baca: Soal Remisi untuk Koruptor, Jokowi Minta Menkumham Perhatikan Rasa Keadilan Rakyat)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Belum Pasti Jadi Oposisi Pemerintah, PKS: Tergantung Prabowo, Mengajak atau Tidak?

Belum Pasti Jadi Oposisi Pemerintah, PKS: Tergantung Prabowo, Mengajak atau Tidak?

Nasional
Bela Jokowi yang Dituding Sodorkan Nama Kaesang di Pilkada Jakarta, Luhut: Jangan Asal Ngomong

Bela Jokowi yang Dituding Sodorkan Nama Kaesang di Pilkada Jakarta, Luhut: Jangan Asal Ngomong

Nasional
Survei LSI: Kaesang, Kapolda Jateng, Eks Ajudan Prabowo, dan Raffi Ahmad Ramaikan Bursa Pilkada Jateng 2024

Survei LSI: Kaesang, Kapolda Jateng, Eks Ajudan Prabowo, dan Raffi Ahmad Ramaikan Bursa Pilkada Jateng 2024

Nasional
Mahasiswa Tak Bisa Cairkan Bantuan Usai PDN Diretas, Anggota DPR Minta KIP Kuliah Segera Dipulihkan

Mahasiswa Tak Bisa Cairkan Bantuan Usai PDN Diretas, Anggota DPR Minta KIP Kuliah Segera Dipulihkan

Nasional
Survei LSI: Mayoritas Masyarakat Belum Punya Pilihan, Pilkada Jateng Masih Terbuka Semua Calon

Survei LSI: Mayoritas Masyarakat Belum Punya Pilihan, Pilkada Jateng Masih Terbuka Semua Calon

Nasional
Di Depan AS-Rusia, Delegasi RI Minta Kemampuan Pasukan Perdamaian Dunia Ditingkatkan

Di Depan AS-Rusia, Delegasi RI Minta Kemampuan Pasukan Perdamaian Dunia Ditingkatkan

Nasional
Satgas Judi 'Online' Diharap Bekerja Tak Terlibat Konflik Kepentingan

Satgas Judi "Online" Diharap Bekerja Tak Terlibat Konflik Kepentingan

Nasional
PPATK Didesak Segera Serahkan Daftar Anggota DPR Main Judi 'Online' ke MKD

PPATK Didesak Segera Serahkan Daftar Anggota DPR Main Judi "Online" ke MKD

Nasional
MPR Dukung Sanksi Berat Buat Legislator Main Judi 'Online'

MPR Dukung Sanksi Berat Buat Legislator Main Judi "Online"

Nasional
Buka Peluang Kerja Sama dengan PDI-P, PKS: Kami Sudah Berkali-kali Koalisi di Pilkada

Buka Peluang Kerja Sama dengan PDI-P, PKS: Kami Sudah Berkali-kali Koalisi di Pilkada

Nasional
PKS Bakal Temui Cak Imin dan PKB, Bahas Rencana Duet Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta

PKS Bakal Temui Cak Imin dan PKB, Bahas Rencana Duet Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta

Nasional
Dompet Dhuafa Hadiri Kegiatan Peletakan Batu Pertama Pembangunan Masjid di Vietnam

Dompet Dhuafa Hadiri Kegiatan Peletakan Batu Pertama Pembangunan Masjid di Vietnam

Nasional
Yakin Tak Blunder Usung Anies-Sohibul di Pilkada, PKS: Kami Bukan Pemain Baru di Jakarta

Yakin Tak Blunder Usung Anies-Sohibul di Pilkada, PKS: Kami Bukan Pemain Baru di Jakarta

Nasional
Demo Tolak Revisi UU Polri, Aliansi Masyarakat Sipil: Kekuasaan Polisi Bakal Melebihi Presiden

Demo Tolak Revisi UU Polri, Aliansi Masyarakat Sipil: Kekuasaan Polisi Bakal Melebihi Presiden

Nasional
Yakin Partai Lain Tertarik Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Enggak Mau Aman?

Yakin Partai Lain Tertarik Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Enggak Mau Aman?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com