Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suryadharma Ali: Betapa Sakitnya Dijadikan Tersangka...

Kompas.com - 23/02/2015, 14:08 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Tersangka korupsi dana penyelenggaraan haji di Kementerian Agama, Suryadharma Ali, mempertanyakan lambatnya proses hukum yang dijalaninya di Komisi Pemberantasan Korupsi. Mantan Menteri Agama itu ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Mei 2014 dan hingga kini kelanjutan perkaranya tidak jelas.

"Betapa sakitnya dijadikan sebagai tersangka, sangat pedih. Kepedihan itu tak hanya dirasakan saya, tapi juga istri, anak, famili, dan kader konstituen PPP. Mereka prihatin dan merasa ikut sakit atas status itu," ujar mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan tersebut dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Senin (23/2/2015).

Suryadharma menuturkan, pada 20 Mei 2014, tepatnya pada saat pendaftaran calon presiden dan wakil presiden ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), ia mendampingi pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ke KPU. Dua hari kemudian, KPK menetapkannya sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi di Kementerian Agama tahun anggaran 2013-2014.

"Maka itu, saya praperadilankan KPK, tidak lain untuk mencari keadilan. Saya merasa tidak diperlakukan secara adil. Lamanya saya jadi tersangka, status saya tak kunjung tuntas. Ini disebabkan oleh alat bukti yang tidak cukup," kata dia.

Selain itu, Suryadharma juga akan menjadikan sidang praperadilan tersebut sebagai momentum untuk menjelaskan kepada masyarakat Indonesia bahwa ia tidak melakukan korupsi sebagaimana yang disangkakan KPK.

"Saya tidak seburuk apa yang disangkakan. Saya tidak sehina apa yang disangkakan. Saya masih punya moral dan tanggung jawab sebagai Menteri Agama, Ketua Umum PPP, dan sebagai seorang Muslim," katanya.

Karena masalah tersebut, pagi ini Suryadharma mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia mempersoalkan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menetapkan dirinya sebagai tersangka.

Kuasa hukum Suryadharma, Humphrey Djemat, mengatakan, permohonan praperadilan atas KPK dilakukan untuk mencari keadilan akibat tindakan penyidik dan pimpinan KPK yang dianggap semena-mena terhadap kliennya. Menurut dia, penyidik belum memiliki bukti yang cukup kuat soal status tersangka Suryadharma.

Humphrey mengatakan, pengumpulan bukti-bukti dan saksi atas perkara hukum itu justru dilakukan oleh penyidik KPK setelah menetapkan Suryadharma sebagai tersangka. Hal itu ia anggap merugikan kliennya.

"Hal tersebut menunjukkan bahwa penetapan Suryadharma Ali sebagai tersangka dilakukan terlalu dini dan melanggar hak asasi manusia klien kami," ujar Humphrey.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com