JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Anas Urbaningrum, Firman Wijaya menduga pengurangan hukuman terhadap kliennya karena majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta ragu pada dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi dan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta.
PT DKI Jakarta mengurangi vonis hukuman terhadap Anas dari 8 tahun menjadi 7 tahun penjara. (baca: Putusan Banding: Hukuman Anas Lebih Ringan, Jadi 7 Tahun Penjara)
"Ada harapan besar kalau kita membaca dan melihat berita putusan itu, ada pengurangan hukuman kemungkinan ada keraguan pada majelis pada tentang kasus mas Anas," ujar Firman saat hendak mengunjungi Anas di gedung KPK, Jakarta, Senin (10/2/2015).
Dalam dakwaan, Anas diduga melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek Hambalang untuk maju sebagai Presiden RI. Menurut Firman, hal tersebut yang membuat majelis hakim PT DKI mengurangi hukuman Anas. (baca: Anas Divonis 8 Tahun Penjara dan Denda Rp 300 Juta)
"Kan tuduhan yang paling utama itu mas Anas mencalonkan diri jadi presiden walaupun itu imajiner buat kita. Tinggal pembuktiannya," kata Firman.
Sebelumnya, Humas PT DKI Jakarta M Hatta menyatakan, putusan banding menyatakan bahwa Anas tetap dikenakan denda sebesar Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan. Putusan itu, kata Hatta, dijatuhkan pada 4 Februari 2015. Adapun aset berupa tanah di Krapyak milik Anas dikembalikan ke pesantren yang dipimpin oleh mertuanya, Attabik Ali.
"Tanah yang Krapyak dikembalikan ke pesantren untuk kepentingan santri," kata Hatta.
Anas dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek Hambalang dan proyek APBN lainnya. Sebelumnya, hakim pengadilan tindak pidana korupsi menjatuhkan vonis 8 tahun penjara. Vonis ini jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang menuntut Anas dihukum 15 tahun penjara.
Dia juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 94 miliar dan 5,2 juta dollar AS. Menurut KPK, uang ini senilai dengan fee proyek yang dikerjakan Grup Permai. Jaksa KPK menduga Anas dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, bergabung dalam Grup Permai untuk mengumpulkan dana.
Dalam dakwaan, Anas disebut mengeluarkan dana Rp 116,525 miliar dan 5,261 juta dollar AS untuk keperluan pencalonannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat saat Kongres Demokrat tahun 2010.
Uang itu diduga berasal dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek Hambalang, proyek perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional, dan proyek APBN lainnya yang diperoleh Grup Permai.
Selain menuntut hukuman penjara dan denda, jaksa KPK meminta hakim mencabut hak Anas untuk dipilih dalam jabatan publik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.