Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menunggu Konsistensi di Jalur Anti Korupsi

Kompas.com - 18/12/2014, 14:00 WIB

Oleh: M Fajar Marta

KOMPAS.com - Indeks persepsi korupsi Indonesia tahun 2014 berada di posisi 107 dari 174 negara dengan skor 34 dalam skala 0-100. Meskipun membaik dibandingkan skor tahun 2013 yang hanya 32, skor Indonesia itu masih di bawah rata-rata skor dunia yang besarnya 43, dan bahkan berada di bawah skor rata-rata negara ASEAN yang ada di angka 39.

Sementara itu, hasil survei Global Corruption Barometer (GCB) yang dikeluarkan Transparency International Indonesia menunjukkan, 4 dari 10 masyarakat Indonesia membayar suap untuk mendapatkan pelayanan publik. Selain itu, 36 persen masyarakat juga membayar suap untuk mengakses delapan jenis layanan publik dasar, seperti pendidikan, kesehatan, listrik dan air, pajak, tanah, kepolisian, dan hukum.

Survei itu juga menunjukkan, kepolisian, parlemen, pengadilan, dan partai politik sebagai lembaga paling korup di Indonesia.

Laporan indeks persepsi korupsi dan GCB menunjukkan, secara kualitatif tingkat korupsi di Indonesia masih tinggi. Lalu muncul pertanyaan, jika dihitung secara kuantitatif, sebenarnya berapa besar korupsi di Indonesia.

Kuantitatif

Tentu amat sulit menghitung secara pasti jumlah uang yang dikorupsi di Indonesia karena korupsi adalah praktik yang tersembunyi. Namun, sebagai gambaran, besarnya nilai korupsi bisa didekati dengan sejumlah indikator.

Salah satu cara untuk memperkirakan besar uang yang dikorupsi di Indonesia adalah dengan meraba besar kebocoran anggaran untuk proyek-proyek pembangunan. Dugaan besar kebocoran anggaran ini dapat dihitung dengan Incremental Capital Output Ratio (ICOR).

ICOR adalah angka yang menunjukkan besarnya penambahan investasi untuk menghasilkan tambahan output. Rasio ini digunakan untuk menghitung seberapa efisien pembangunan ekonomi di suatu negara. Jika angka ICOR tinggi, pembangunan tidak efisien, yang salah satunya disebabkan adanya kebocoran anggaran.

Negara yang satu level dengan Indonesia rata-rata memiliki angka ICOR 4, yang berarti dibutuhkan 4 unit modal untuk menghasilkan 1 unit output.

Namun, Indonesia memiliki angka ICOR sebesar 5,3. Selisih angka 5,3 dan 4 menunjukkan adanya kebocoran anggaran pembangunan kurang lebih 30 persen. Artinya, dari alokasi anggaran untuk proyek-proyek pembangunan yang tercatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebenarnya hanya 70 persen yang dipakai. Adapun yang 30 persen lainnya hilang atau bocor.

Pada tahun 2013, nilai belanja barang dan modal pemerintah pusat mencapai Rp 385 triliun. Jika diasumsikan kebocoran 30 persen, anggaran yang hilang mencapai Rp 115 triliun.

Sementara itu, dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap keuangan negara tahun 2013 ditemukan berbagai penyimpangan yang berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp 30,87 triliun.

Nilai korupsi yang sesungguhnya bisa lebih besar dari Rp 30,87 triliun karena nilai itu hanya berasal dari hitungan BPK terhadap potensi kebocoran anggaran pemerintah pusat. Padahal, korupsi juga bisa berasal dari hilangnya potensi penerimaan pajak, hilangnya sumber daya alam, pembangunan proyek, dan suap-menyuap.

Sementara itu, setelah menganalisis laporan transaksi keuangan mencurigakan (LKTM) pada tahun 2013, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan ada uang Rp 15 triliun-Rp 20 triliun yang terindikasi hasil korupsi. Pada tahun 2013, PPATK menerima 41.940 LKTM, naik dibandingkan tahun 2012 yang berjumlah 31.021 laporan.

Transaksi keuangan dikategorikan mencurigakan jika nilainya tidak sesuai dengan profil pekerjaan pemilik rekening atau frekuensi transaksinya di luar kebiasaan yang wajar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com