Di sektor perikanan berbagai tindakan telah dilakukan seperti penertiban izin kapal ikan pengadaan impor, dan penenggelaman kapal asing ilegal sebagai salah satu bentuk penegakan hukum di laut. Setidaknya hal ini telah menegaskan kembali kedaulatan Indonesia di laut yang selama ini banyak dimasuki kapal dan nelayan asing.
Setidaknya ada tiga produk peraturan yang diterbitkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terkait penanganan pencurian ikan, yakni Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Penghentian Sementara Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.
Selain itu, tentang Usaha Perikanan Tangkap, dan peraturan menteri tentang disiplin pegawai negeri dalam pelaksanaan kebijakan penghentian sementara (moratorium) perizinan usaha perikanan tangkap, alih muatan di laut, dan penggunaan nakhoda dan anak buah kapal asing.
Upaya menertibkan dan menata ulang perizinan kapal dan pengawasan perikanan dalam kurun enam bulan hingga April 2015 menuai banyak dukungan karena sudah sekian lama perairan Indonesia menjadi sumber penjarahan. Pemerintah mengklasifikasikan ada tiga wilayah perairan rawan pencurian, yakni Laut Natuna, Laut Arafura, dan perairan Sulawesi Utara.
Penguatan poros maritim disadari membutuhkan iklim yang kondusif berupa pemberantasan kejahatan perikanan dan kapal ilegal tanpa pandang bulu, baik kapal asing maupun kapal dalam negeri. Upaya ini untuk memberikan keadilan bagi para pelaku usaha yang menangkap ikan secara bertanggung jawab dan lestari.
Akan tetapi, upaya menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha perikanan dalam negeri tidak cukup hanya dengan pemberantasan kejahatan perikanan dan penenggelaman kapal ilegal. Energi akan habis terbuang jika pemberantasan penangkapan ikan ilegal tidak memberikan imbal balik yang maksimal bagi negara.
Penanganan pencurian ikan perlu dibarengi dengan penguatan nelayan dalam negeri untuk bangkit mengelola perairan, khususnya di perbatasan. Tanpa penguatan nelayan dalam negeri untuk mengelola sumber daya ikan, pemberantasan kejahatan perikanan mustahil memberi dampak optimal bagi peningkatan hasil tangkapan ikan.
Program bantuan 1.000 kapal Inka Mina tahun 2010-2014 senilai Rp 1,5 miliar per unit kapal untuk kelompok nelayan yang menuai banyak persoalan sepatutnya menjadi pembelajaran pemerintah. Ke depan, program bantuan kapal untuk pemberdayaan nelayan ditopang oleh kredibilitas galangan kapal dalam negeri, penentuan kelompok penerima bantuan secara transparan, dan peningkatan pengawasan.
Konsumsi
Tahun 2015, konsumsi ikan penduduk diperkirakan akan menembus 40 kilogram per kapita per tahun. Peningkatan kebutuhan konsumsi ikan membutuhkan jaminan suplai yang tidak cukup hanya dengan mengandalkan hasil tangkapan. Perikanan budidaya adalah masa depan perikanan di tengah sumber daya tangkap yang menurun.
Meski demikian, ”raksasa” itu masih terlelap. Dari potensi lahan untuk budidaya ikan seluas 1,2 juta hektar, yang termanfaatkan baru 200.000 hektar. Adapun produksi udang yang dihasilkan rata-rata baru 370.000 ton per tahun dari potensi produksi 8 juta ton.
Keberpihakan pemerintah diperlukan untuk mengoptimalkan lahan budidaya untuk meningkatkan produksi ikan nasional. Kemandirian pakan nasional menjadi kunci utama pengembangan budidaya, mengingat sebagian besar komponen tepung ikan untuk pakan masih diimpor.
Di sisi hilir, pembenahan produksi perikanan harus bermuara pada nilai tambah. Unit pengolahan ikan perlu ditata agar kapasitas olahannya meningkat. Saat ini, utilitas unit pengolahan ikan dan gudang pendingin rata-rata baru 60-70 persen.
Jalan di tempat
Keberpihakan pemerintah untuk membangkitkan industri perikanan memerlukan strategi percepatan pembangunan pelabuhan dan gudang pendingin (cold strorage) di wilayah timur Indonesia. Kedua, terobosan pembiayaan dengan kemudahan modal usaha perikanan dan industri pengolahan ikan, serta membangun sentra pengolahan ikan skala kecil di kampung nelayan guna mengoptimalkan nilai tambah.