Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agung Laksono: Rakyat Sudah Lupa Pilpres

Kompas.com - 09/12/2014, 18:15 WIB

KOMPAS.com — Hari Senin (8/12/2014) dini hari, Musyawarah Nasional IX Partai Golkar di Ancol, Jakarta, memilih Agung Laksono sebagai Ketua Umum Golkar (2014-2019). Dalam pemungutan suara, Agung mengalahkan Priyo Budi Santoso dan Agus Gumiwang Kartasasmita yang kemudian dirangkulnya dalam kepengurusan.

Ketika DPP Golkar versi Munas Bali menyerahkan daftar pengurus ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada Senin pagi, DPP Golkar versi Munas Jakarta juga melaporkan kepengurusannya pada hari yang sama.

Dua jam setelah Munas Jakarta resmi ditutup, Kompas mewawancarai Agung Laksono di kamarnya di Hotel Mercure, Ancol.

Apakah Munas Golkar di Jakarta didukung pemerintah?

Apa perlu dibuka (informasi dukungan pemerintah)? Yang jelas, (Munas Jakarta) bukan keinginan saya sendiri, melainkan keinginan (kader) yang mengikuti munas ini.

Pak Agung kini jadi Ketum Golkar (versi Munas Jakarta). Adakah ambisi jadi presiden?

Semua politisi pasti ingin (menjadi presiden), tetapi saat seusia saya (65 tahun) harus punya kemampuan untuk introspeksi. Harus melihat dari sisi keuangan, dukungan, belum lagi manajemen. Tidak mudah (jadi presiden). Oleh karena itu, saya berpikir, meski jadi ketua umum partai, tak otomatis mengklaim jadi (calon) presiden.

Kalau belum pasti menjadi presiden, apa motivasi utama menjadi ketua umum?

Tahun 2014, hasil pileg Golkar hanya 14,75 persen dan menyebabkan (perolehan kursi di DPR) hanya 91 kursi. Itu menembus batas psikologis 100 kursi. Manajemen partai juga kurang mencerminkan kebersamaan. Ada momen Pak ARB, Aburizal Bakrie, dalam sidang pleno melibatkan seluruhnya (kader), tetapi lebih banyak (memutuskan) sendiri sehingga ada protes-protes.

Jika (Golkar) masih dipimpin Pak ARB dengan gaya elitis dengan kepentingan bisnis lebih banyak dilihat orang, perolehan suara (Golkar) akan turun. Saya perkirakan (Pileg 2019) tinggal 8-9 persen, terutama karena kaderisasi tidak jalan.

Motivasi pribadi lain?

Saya juga merasa karier di Partai Golkar belum mencapai puncaknya. Tahun 2004, saya ingin mendeklarasikan jadi calon (ketum), tetapi ada permintaan dari Pak Aburizal—yang rupanya juga permintaan Pak SBY—supaya saya tak meneruskan pencalonan karena tidak akan mampu mengalahkan Akbar Tandjung. Yang dinilai mampu itu Pak Jusuf Kalla, yang juga Wakil Presiden. Nanti you lima tahun lagi, kata Ical, ke saya.

Tahun 2009, masuk Pekanbaru (Munas VIII Golkar), ARB malah mau maju berhadapan dengan Surya Paloh. Saya akhirnya masuk tim ARB. Waktu itu terkenal dengan sebutan ”Triple A”, Akbar, Aburizal, dan Agung; atau Trio Macan, kata pers.

ARB berjanji lagi kepada saya: next five years ya, lima tahun lagi ya, eh ternyata lewat lagi...

Adakah peluang islah?

Lebih baik melalui pengadilan saja. Nanti bisa dilihat bukti-buktinya. Bukan berarti saya yakin (menang) dalam arti kata mendahului kehendak Tuhan, tetapi daripada ”perang-perang” terus.

Bagaimana kalau kalah di pengadilan?

Saya tidak berambisi membuat partai baru!

Apa strategi Golkar versi Munas Ancol dalam waktu dekat?

Kami ingin mengonsolidasikan organisasi bersamaan dengan kasus hukum. Kami harus keliling ke daerah membangun semangat mereka (para kader). Saya siap turun ke bawah.

Kapan terakhir kali Anda berbicara dengan Pak Aburizal?

Di Rapat Konsultasi Nasional di Bandung (awal bulan November 2014). Pernah satu ruangan juga di rapat pleno (di Kantor DPP Golkar), tetapi tak ada komunikasi. Dia tak telepon saya, saya juga tidak (telepon). Hanya Pak Akbar yang mencoba berkomunikasi. Saya bertemu Pak Akbar dua hari sebelum (dia) berangkat ke (Munas IX) Bali.

Benarkah Anda mendorong Golkar keluar dari Koalisi Merah Putih (KMP)?

Kalau (KMP) jadi penyeimbang konstruktif, oke-lah. Tetapi, bagaimana jika tidak jelas? Saya melihat basisnya itu lebih pada perasaan kecewa karena kalah di pilpres. Masih ada perasaan ingin membalas. Buat apa?

Koalisi harusnya hanya ada saat pilpres. Beberapa hari setelah pilpres, saya keliling Jawa dan buka puasa bersama (rakyat). Mereka sudah lupa dengan pilpres dan hanya elite politik yang ingat. Bagi rakyat, yang penting dagangan mereka laku dan punya utangan (kredit) untuk usaha.

Bagaimana sikap Pak Agung dan Golkar versi Munas Ancol terhadap Perppu Pilkada?

Di rapat konsultasi di Bali, saya lihat ARB berpidato menolak Perppu Pilkada Langsung. Saya bilang, ”Bos, kan you sudah setuju (dengan Susilo Bambang Yudhoyono).” Aburizal bilang hanya setuju untuk dibicarakan. Saya berkata balik, ”Kok begitu ya?”

(Penolakan) itu akibat dari hanya mendengar suara elite, padahal seharusnya mendengar suara rakyat. Bila mendengar rakyat itu artinya, ”Suara Rakyat, Suara Golkar.” Masyarakat menginginkan pilkada langsung.

Karena suara rakyat, suara Golkar, mau tidak mau cara bergerak dan berpraktik politik harus bottom up bukan top down. Maka dari itu, saya setuju pilkada langsung dan tak setuju (pileg) proporsional tertutup. Bila ada ekses (dari proporsional tertutup), itu bukan salah undang-undang, tetapi kurang lengkapnya aturan yang ada.

Pak Aburizal menyetujui target Pak Akbar Tandjung, yakni perolehan 130 kursi DPR di Pemilu 2019. Target Pak Agung?

Belum ada target, tetapi minimal 100 kursi di DPR karena itu angka psikologisnya.

Andai Golkar versi Munas Ancol dinyatakan sah, Anda berjanji tak ada pemecatan kader?

Saya tak setuju pemecatan dengan segala macam bentuk, dengan alasan apa pun. (Pemecatan) tak mendidik dan seolah tak ada alasan kreatif untuk mencari solusi.

Bagaimana Golkar lima tahun ke depan?

Kalau (Golkar) dipegang Ical dengan kepentingan kelompok dan bisnis, Golkar pasti drop. Apalagi, jika tidak terlihat upaya untuk sejalan dengan arus utama kehendak rakyat, yakni pemberantasan korupsi.

Kalau ”kabinet” Pak Agung, bagaimana?

Itu sudah saya hitung (komposisi pengurus Munas Ancol). Saya itu juga sudah 60-an tahun, jadi hanya akan satu kali (jadi ketum). Saya akan menyiapkan generasi baru.

Menurut Anda, bagaimana masyarakat menilai Golkar versi Munas Ancol?

Masyarakat justru banyak yang berpihak ke kami karena kami dianggap tidak ada agenda tersembunyi dan tak ada kepentingan. Soal perebutan (kekuasaan), wajarlah, kan, politisi. Tetapi, (kami) tak terlalu Machiavelli!
(Haryo Damardono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Nasional
Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Nasional
Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Nasional
Pejabat Pemerintah Dinilai Tak 'Gentle' Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Pejabat Pemerintah Dinilai Tak "Gentle" Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Nasional
Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar 'Fun Run' hingga Konser di GBK Minggu Besok

Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar "Fun Run" hingga Konser di GBK Minggu Besok

Nasional
Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Nasional
Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Nasional
Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Nasional
PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

Nasional
PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

Nasional
38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

Nasional
PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

Nasional
Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung 'Cawe-cawe' Jokowi?

Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung "Cawe-cawe" Jokowi?

Nasional
Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com