Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Isu Krusial RUU Pilkada yang Dibawa ke Sidang Paripurna DPR

Kompas.com - 25/09/2014, 06:47 WIB
Sabrina Asril

Penulis

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengklaim bahwa lebih dari 60 persen pasangan kepala daerah dan wakilnya pecah kongsi di tengah jalan sehingga mengganggu jalannya pemerintahan.

Karenanya, pemerintah mengajukan opsi wakil ditunjuk langsung oleh kepala daerah terpilih, dengan latar wakil itu dari pegawai negeri sipil, profesional, ataupun partai politik. Nama itu kemudian diserahkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk disetujui.

Hanya ada dua fraksi yang tetap mendukung pilkada satu paket, yakni Fraksi PKS dan Fraksi PAN. Fraksi PKS berdalih ketidakharmonisan antara dua pimpinan daerah sudah seharusnya menjadi tugas partai politik untuk melakukan manajemen konflik. PKS menilai pecah kongsi kepala daerah dan wakilnya jangan dianggap berlebihan.

3. Pilkada serentak atau tidak

Pemerintah awalnya mengusulkan pelaksanaan pilkada dilakukan secara serentak pada 2015 dan 2018. Pada 2015, dilaksanakan pilkada serentak tahap pertama bagi seluruh gubernur, bupati, dan wali kota yang masa jabatannya berakhir pada tahun tersebut.

Pilkada serentak tahap kedua berlangsung 2018 untuk gubernur, bupati dan wali kota yang masa jabatannya berakhir tahun 2016, 2017, dan 2018. Pada 2016 dan 2017, diisi pejabat sampai dengan terpilih kepala daerah definitif pada tahun 2018. Penerapan pilkada serentak ini dinilai bisa menghemat biaya.

Dalam pandangan fraksi pada Rabu malam, hanya Partai Demokrat, Partai Golkar, PDI-P, PKB, dan PKS yang tegas menyatakan dukungan atas pelaksanaan pilkada serentak.

Menurut PKB, pilkada serentak menjadi jalan keluar dari keluhan kelompok penentang pilkada langsung yang dianggap berbiaya mahal, sementara Partai Hanura lebih menekankan pada perlunya pembatasan dana kampanye.

4. Politik dinasti

Pemerintah mengajukan usul agar pencalonan kepala daerah ataupun wakil kepala daerah dilakukan dengan membatasi hubungan kekeluargaan. Di dalam draf yang diajukan pemerintah, terdapat larangan agar istri atau suami, anak, hingga saudara petahana diangkat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah.

Usulan ini mendapat persetujuan fraksi-fraksi di DPR, tetapi dengan sejumlah versi. Misalnya, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI-P, dan Fraksi Partai Hanura berpandangan pelarangan cukup sebatas hubungan suami atau istri, sementara untuk anak ataupun saudara tidak boleh dilarang maju sebagai calon kepala daerah.

Usulan pemerintah hanya mendapat dukungan penuh dari Partai Keadilan Sejahtera. Fraksi PKS mendukung pelarangan hubungan kekeluargaan secara keseluruhannya dalam pengajuan nama calon kepala daerah.

5. Pilkada satu putaran

Pemerintah juga mengajukan usulan perlunya dilakukan pilkada satu putaran. Menurut pemerintah, hal ini bertujuan menekan biaya mahal pilkada.

Pada UU yang berlaku sekarang, pilkada dilakukan dua putaran apabila suara tertinggi pasangan calon yang berlaga tak mendapatkan minimal 30 persen suara.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com