KOMPAS.com - Selalu ada hal "jenaka" di balik kemegahan, kekhidmatan, dan keanggunan upacara peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus. Coba kita lihat cuplikan-cuplikan kecil peristiwa dan komentar pada HUT Ke-69 Republik Indonesia di halaman Istana Merdeka (yang menghadap Tugu Monas), Jalan Merdeka Utara, Jakarta, Minggu (17/8/2014).
Salah satu tenda di sayap kanan halaman Istana Merdeka, di depan Masjid Baiturahim yang kini sudah direnovasi, adalah khusus untuk para pekerja pers (tenda pers).
Udara di dalam tenda ini sejuk. Selain ada kipas angin, letaknya juga di bawah naungan pohon raksasa trembesi. Wilayah ini hampir setiap tahun selalu digunakan panitia untuk para pekerja pers meliput acara tersebut, yaitu sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto (1967-1998) hingga kini.
Sebelum upacara berlangsung pada Minggu itu, seorang diplomat dari salah satu negara sahabat singgah di tenda itu. Pria ini mengatakan ingin menumpang agar bisa merokok barang sejenak. Beberapa wartawan dan wartawati pun menggunakan kesempatan untuk berfoto bersama sang diplomat tersebut.
Pergaulan pun semakin akrab, sampai terjadi pembicaraan soal dunia asmara kaum perempuan di Indonesia. Rincian pembicaraan tidak perlu diungkap di sini.
Beberapa menit menjelang upacara dimulai, Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) selalu dipersiapkan di depan tenda pers. Hanya beberapa detik, para wartawan yang duduk di dalam tenda pers bisa langsung memandang satu per satu sosok anggota Paskibraka itu. Setelah itu, ruang kosong di antara tenda dan pasukan Paskibraka pun dipenuhi para mantan anggota Paskibraka. Mereka berdiri membelakangi para wartawan yang berada dalam tenda pers.
"Waduuuh, kita punya waktu untuk mendeskripsikan sosok belakang dari kepala sampai kaki bawah para remaja putra-putri mantan Paskibraka ini," ujar wartawan dengan bahasa yang sangat diperhalus.
Seusai upacara, di antara para hadirin yang banyak dikerumuni orang adalah Gubernur DKI Jakarta, yang juga presiden terpilih, Joko Widodo. Bukan hanya pekerja pers yang mengerumuni, melainkan juga nonpekerja pers yang ingin foto dekat dengan Jokowi.
Mula-mula Jokowi berhenti berjalan, tetapi lama-kelamaan ia pun berjalan terbirit-birit diiringi para pengerumunnya sampai ke tempat parkir mobil. Menjelang tiba di depan Wisma Negara, yang masih satu kompleks dengan Istana, ada kelompok seni tari dan gamelan yang mengumandangkan gamelan secara dinamis. Sangat kontras dengan Jokowi yang berjalan seperti terbirit-birit diiringi suara gamelan yang keras dan dinamik itu.
Tentu, adegan Jokowi yang ingin segera meninggalkan halaman Istana ini tak terkait dengan arti harfiah proverbia Latin yang mengatakan, Exeat aula, qui vult esse pius (yang ingin jadi orang baik, hendaknya meninggalkan istana). Ini terjemahan dari penulis Proverbia Latina, BJ Marwoto dan H Witdarmono. (J Osdar)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.