"Mestinya SBY ke pemerintahan yang terpilih nanti tidak hanya menyampaikan sukses-suksesanya tapi juga jelek-jeleknya, jeroannya," kata pengamat hukum tata negara Refly Harun di Jakarta, Sabtu (19/7/2014).
Dengan demikian, menurut Refly, presiden yang terpilih nantinya bisa lebih mudah menentukan orang-orang yang akan duduk di pemerintahan nantinya. Lebih baik lagi, lanjut Refly, jika SBY memberikan kesempatan kepada presiden yang baru untuk sejenak mengaudit jalannya pemerintahan selama ini.
Proses audit ini, kata Refly, sudah dilakukan Presiden Amerika Serikat Barack Obama. "Obama itu begitu terpilih, mengirim orang untuk diaudit, untuk dilihat orang-orang mana yang cocok di tempat mana. Kalau di Indonesia kan belum ada sehingga menteri-menterinya dipilih berdasarkan feeling saja," sambung Refly.
Dia juga mengingatkan SBY untuk menjaga etika politik dengan tidak mengambil keputusan strategis menjelang pergantian presiden. Misalnya, dengan menunjuk pejabat strategis di ujung masa pemerintahannya.
"Kita berharap presiden yang lama tidak ambil keputusan strategis yang bisa dianulir presiden yang baru seperti zaman bu Mega. Misalnya jabatan panglima TNI, Kepala Polisi, Jaksa Agung, Deputi Gubernur BI, padahal diajukan ke DPR periode yang lama tapi baru di fit and proper di DPR yang baru padahal konstelasi politik di DPR yang baru sudah berubah," tuturnya.
Pendapat senada disampaikan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti. Menurut Ikrar, pengenalan presiden baru terhadap unit-unit pemerintahan yang ada, diperlukan agar presiden yang baru tidak salah memilih menteri.
Selama ini, menurut Ikrar, pembantu presiden cenderung berasal dari petinggi-petinggi partai politik. Ikrar juga mengatakan agar SBY tidak membuat kebijakan strategis di ujung masa pemerintahannya seperti melakukan renegosiasi kontrak, atau memilih pangglima TNI baru seperti yang pernah dilakukan Megawati Soekarnoputri.
"Terjadi di masa Megawati, Ryamizard Ryacudu jadi panglima TNI, mudah-mudahan tidak terjadi lagi semacam itu," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.