JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar etika politik dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Franz Magnis Suseno, menyesalkan sikap pemerintah, khususnya Tentara Nasional Indonesia yang begitu lama menyembunyikan surat rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira (DKP). Surat rekomendasi pemberhentian Prabowo Subianto dari ABRI itu baru terungkap ke publik melalui media sosial.
"Kami, para warga negara, berhak mengetahui sepenuhnya latar belakang ataupun masa lalu orang-orang yang menawarkan diri menjadi pemimpin tertinggi bangsa dan negara Indonesia," kata Franz seperti dikutip harian Kompas, Senin (16/6/2014).
Franz mengatakan, masa lalu para capres-cawapres harus transparan. Tak boleh ada tahap ataupun kejadian yang gelap karena disembunyikan.
"Maka, bahwa pemerintah/TNI menyembunyikan surat itu, maaf, lagi-lagi merupakan tanda kesombongan sebuah elite yang menganggap diri lebih tinggi dan lebih berwenang daripada rakyat biasa," kata dia.
Franz menambahkan, hak rakyat, dan bukan hak pemerintah/TNI untuk menentukan bagaimana rakyat menanggapi fakta tentang masa lalu para calon penguasa kita.
"Jangan pemerintah/TNI mempermainkan masyarakat, dibiarkan memilih kucing dalam karung," pungkas Franz.
Surat keputusan DKP yang dibuat pada 21 Agustus 1998 itu baru beredar di media sosial. Salah satu penandatangan surat tersebut, mantan Wakil Panglima ABRI, Letnan Jenderal (Purn) Fachrul Razi, membenarkan substansi surat yang beredar (baca: Pimpinan DKP Benarkan Surat Rekomendasi Pemberhentian Prabowo dari ABRI).
Sebelumnya, pengamat pertahanan Jaleswari Pramodhawardani menilai, publik perlu tahu mengapa Prabowo diberhentikan dari ABRI (baca: Pengamat: Publik Mesti Tahu Mengapa Prabowo Diberhentikan dari ABRI).
Sementara itu, tim kampanye pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menganggap beredarnya surat keputusan DKP sebagai kampanye hitam untuk menjatuhkan Prabowo. Apa pun isi surat tersebut, Prabowo tetap dianggap diberhentikan dengan hormat dari ABRI (baca: Soal Surat DKP, Kubu Prabowo-Hatta Tuding Ada yang Ingin Perburuk Suasana).
Panglima TNI Jenderal Moeldoko tak mau mengomentari soal beredarnya surat tersebut. Dia hanya memastikan surat seperti yang beredar ini tidak ada di Mabes Polri. Pihak TNI mengaku juga akan membentuk tim investigasi untuk mengusut kasus tersebut (baca: Soal Surat DKP, Panglima Sebut TNI Bentuk Tim Investigasi).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.