Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Syarat Pemenang, Prabowo dan Jokowi Harus Duduk Bersama

Kompas.com - 12/06/2014, 12:40 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Harjono mengatakan, ketentuan undang-undang mengenai syarat penentuan pemenang pemilu presiden memiliki persoalan. Dia pun menyarankan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengajak kedua capres Prabowo Subianto dan Joko Widodo untuk duduk bersama.

"Mereka kemudian membuat satu kesepakatan, kesepakatannya semacam kita sepakat (pemenangnya) satu putaran saja 50 persen plus satu. Kalau sekarang kan belum tahu siapa yang menang siapa yang kalah," katanya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (12/6/2014).

Menurut Harjono, berdasarkan pasal 6A Undang Undang Dasar 1945 dan pasal 159 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden, pemenang pilpres harus memenuhi syarat perolehan suara 50 persen plus satu dan sebaran suara minimal 20 persen di lebih dari separuh jumlah provinsi.

Kendati demikian, ketentuan tersebut bisa saja tidak berlaku ketika kedua capres membuat kesepakatan karena masalah itu menjadi domain mereka. "Tapi kan ini menjadi hak mereka berdua. Karena hak mereka berdua maka mereka bisa melepaskan haknya, kalau sudah berjanji tidak mengajukan permohonan-permohonan lain (pasca pemilu)," ucapnya.

Harjono berpendapat, ketentuan syarat pemenang pilpres tentang sebaran suara bisa menimbulkan persoalan. Pasalnya, kata dia, pasal 159 ayat 1 tidak mengatur tentang batas maksimal putaran pemilu yang harus dijalani apabila persyaratan sebaran suara tidak terpenuhi. "Apakah kalau diulang (sebaran suara) pasti tercapai? Kan belum tentu. Berarti bisa tidak mesti dua kali, bisa tiga atau empat kali. Itu menurut saya memang ada persoalan di situ," ujarnya.

Ketidakpastian ini, menurut Harjono, juga bisa menjadi dalil pertimbangan bagi kedua capres jika sepakat bersama-sama mengajukan ke MK. Dia menilai, selain membengkaknya biaya ekonomi, pilpres yang dilakukan lebih dari satu atau dua kali putaran bisa meningkatkan biaya sosial. "Pasti salah satunya (yang kalah) akan menggagalkan yang lain (yang menang)," ucapnya.

Sebelumnya, KPU menyatakan, ada dua alternatif pemecahan masalah multitafsir klausul sebaran suara itu. Alternatif pertama, uji tafsir UUD 1945 dan UU Pilpres di MK. Alternatif lainnya, KPU akan menegaskan dalam peraturan KPU soal syarat presiden dan wakil presiden yang akan dilantik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Akan Dalami Dugaan Aliran Dana SYL Ke Firli Bahuri

KPK Akan Dalami Dugaan Aliran Dana SYL Ke Firli Bahuri

Nasional
Saat Bamsoet Bicara soal Amendemen Berujung Diputus Langgar Kode Etik...

Saat Bamsoet Bicara soal Amendemen Berujung Diputus Langgar Kode Etik...

Nasional
Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 9 Tahun Penjara

Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 9 Tahun Penjara

Nasional
Sri Mulyani Bakal Cek Aturan Bea Masuk Kain Usai RI Kebanjiran Tekstil Impor

Sri Mulyani Bakal Cek Aturan Bea Masuk Kain Usai RI Kebanjiran Tekstil Impor

Nasional
Golkar Optimistis Bisa Koalisi dengan Gerindra di Pilkada Jakarta, Calonnya Masih Dibahas

Golkar Optimistis Bisa Koalisi dengan Gerindra di Pilkada Jakarta, Calonnya Masih Dibahas

Nasional
Mendagri Buka Suara Pj Gubernur NTB Diganti Pensiunan Jenderal TNI

Mendagri Buka Suara Pj Gubernur NTB Diganti Pensiunan Jenderal TNI

Nasional
PKB Buka Kans Koalisi dengan PDI-P, Sandingkan Marzuki-Risma di Pilkada Jatim

PKB Buka Kans Koalisi dengan PDI-P, Sandingkan Marzuki-Risma di Pilkada Jatim

Nasional
Benny Harman: Belum Ada Rekomendasi Untuk Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

Benny Harman: Belum Ada Rekomendasi Untuk Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

Nasional
Sudah 6 Pj Kepala Daerah Mundur karena Hendak Maju Pilkada 2024

Sudah 6 Pj Kepala Daerah Mundur karena Hendak Maju Pilkada 2024

Nasional
Didakwa Korupsi Rp 44,5 Miliar, SYL Pamer Kementan Kontribusi Rp 15 Triliun ke Negara

Didakwa Korupsi Rp 44,5 Miliar, SYL Pamer Kementan Kontribusi Rp 15 Triliun ke Negara

Nasional
Menperin Bakal Pelajari Isu Sritex Bangkrut

Menperin Bakal Pelajari Isu Sritex Bangkrut

Nasional
Usung Sohibul Iman Jadi Bakal Cagub, PKS Tegaskan Partai Pemenang Pileg di Jakarta

Usung Sohibul Iman Jadi Bakal Cagub, PKS Tegaskan Partai Pemenang Pileg di Jakarta

Nasional
KPAI Desak Polisi Transparan Dalam Kasus Kematian Pelajar 13 Tahun di Padang

KPAI Desak Polisi Transparan Dalam Kasus Kematian Pelajar 13 Tahun di Padang

Nasional
Rotasi Pj Gubernur, Mendagri Bantah Presiden Cawe-cawe Pilkada 2024

Rotasi Pj Gubernur, Mendagri Bantah Presiden Cawe-cawe Pilkada 2024

Nasional
PDN Diserang 'Ransomware', Komisi I Ingatkan Pentingnya Peningkatan Keamanan Siber

PDN Diserang "Ransomware", Komisi I Ingatkan Pentingnya Peningkatan Keamanan Siber

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com