Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Disarankan Uji Tafsir ke MK soal Sebaran Suara di Pilpres

Kompas.com - 12/06/2014, 09:00 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebaiknya mengajukan uji Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat sebaran suara untuk menentukan pemenang pemilu presiden. Hal itu untuk menghindari perdebatan dan konflik yang mungkin terjadi pascapenetapan hasil pemilu nanti.

"Yang paling pas adalah membawa (menguji) ke MK. Uji tafsir. Katakan, pasal ini bisa menimbulkan penafsiran berbeda, memunculkan ketidakpastian hukum," ujar pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Zaenal Arifin Moechtar, Kamis (12/6/2014).

Ia mengatakan, dengan wewenang yang dimilikinya, KPU dapat menetapkan siapa pemenang pilpres yang dapat dilantik. Namun, kata dia, keputusan KPU itu rawan gugatan dari pihak yang keberatan atas keputusan KPU.

Ia menuturkan, mungkin saja pembuat amandemen UUD 1945 bermaksud, aturan sedikitnya 20 persen suara di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia tidak berlaku jika hanya ada dua pasangan calon. Namun, katanya, UUD 1945 sudah menyatakan demikian secara tersurat.

"Kalau KPU menggunakan penafsiran yang lain, pasti pihak yang tidak senang mengatakan, 'mengapa tidak mengunakan tafsir yang ini?'," kata dia.

Menurut Zaenal, penafsiran tersebut tidak bisa hanya dituangkan dalam peraturan KPU. Pasalnya, kata dia, sebagai lembaga independen, KPU hanya berwenang membuat peraturan seperti yang diperintahkan UU. Sedangkan, UU Pilpres tidak memerintahkan KPU menentukan syarat presiden dan wakil presiden terpilih yang dapat dilantik.

Sebelumnya, Komisioner KPU Ida Budhiati menuturkan, ada dua alternatif pemecahan masalah multi-tafsir klausul sebaran suara itu. Alternatif pertama, uji tafsir UUD 1945 dan UU Pilpres di MK. Harapannya, MK dapat memberi interpretasi yang konstitusional soal klausul "minimal 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia".

Alternatif lainnya, KPU akan menegaskan dalam peraturan KPU soal syarat presiden dan wakil presiden yang akan dilantik. Pasal 6A UUD 1945 menyebutkan, pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilu dengan minimal 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi presiden dan wapres.

Regulasi soal sebaran suara di provinsi juga tertuang dalam UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Dalam Pasal 159 ayat 1 disebutkan, pasangan calon terpilih mesti memperoleh suara lebih dari 50 persen dan harus memperoleh sedikitnya 20 persen suara di setidaknya separuh dari total provinsi di Indonesia.

Pilpres 2014 ini diikuti dua pasangan calon. Padahal, aturan tentang penentuan pemenang berdasarkan syarat perolehan nasional dan sebaran provinsi dibuat dengan perkiraan pilpres diikuti lebih dari dua pasangan. Ketika syarat perolehan suara tidak terpenuhi pada putaran pertama, maka dilakukan putaran kedua pilpres.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 30 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soroti Ketimpangan, Megawati: Bisa Beli Handphone, tapi Risma Nangis Ada Juga yang Tinggal di Kandang Kambing

Soroti Ketimpangan, Megawati: Bisa Beli Handphone, tapi Risma Nangis Ada Juga yang Tinggal di Kandang Kambing

Nasional
Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Rakernas Beri Gambaran Sikap Politik PDIP

Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Rakernas Beri Gambaran Sikap Politik PDIP

Nasional
Sambut Pilkada 2024, Megawati Minta Kader PDIP Turun ke Akar Rumput

Sambut Pilkada 2024, Megawati Minta Kader PDIP Turun ke Akar Rumput

Nasional
Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Nasional
Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak dan Cucu SYL di Persidangan

Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak dan Cucu SYL di Persidangan

Nasional
Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Nasional
Soal Jatah Menteri untuk Demokrat, Wasekjen: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo...

Soal Jatah Menteri untuk Demokrat, Wasekjen: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo...

Nasional
Rekomendasi Rakernas Kelima PDI-P, Megawati Diminta Kesediaannya untuk Kembali Jadi Ketum

Rekomendasi Rakernas Kelima PDI-P, Megawati Diminta Kesediaannya untuk Kembali Jadi Ketum

Nasional
Pertamina Patra Niaga Terus Tertibkan Operasional SPBE

Pertamina Patra Niaga Terus Tertibkan Operasional SPBE

Nasional
Megawati: Ada yang Lama Ikut Katanya Ibu Menghina Sebut Kader, Tahulah Siapa...

Megawati: Ada yang Lama Ikut Katanya Ibu Menghina Sebut Kader, Tahulah Siapa...

Nasional
Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Tunjukkan Sikap Legowo

Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Tunjukkan Sikap Legowo

Nasional
Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Nasional
Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Nasional
Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com