Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Kekosongan Hakim, DPR Didesak Segera Tentukan Panel Ahli MK

Kompas.com - 12/02/2014, 18:28 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Dewan Perwakilan Rakyat didesak segera mengajukan nama untuk mengisi panel ahli yang akan menyeleksi hakim Mahkamah Konstitusi. Kekosongan hakim konstitusi dinilai perlu segera diisi untuk menghadapi gugatan sengketa pemilu 2014. Jika tidak, dikhawatirkan proses hukum dalam rangkaian Pemilu 2014 akan terganggu.

"Jika DPR main-main dalam melaksanakan tugas konstitusionalnya, maka saya mencurigai tidak ada itikad baik dari DPR sendiri untuk mendelegitimasi MK dan merusak proses hukum dalam pemilu ke depan," kata peneliti Indonesian Legal Roundtable, Erwin Natosmal Oemar, di Jakarta, Rabu (12/2/2014).

Saat ini, hakim konstitusi berjumlah delapan orang pascatertangkapnya Mantan Ketua MK, Akil Mochtar, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Jumlah tersebut akan berkurang karena Harjono bakal pensiun per April 2014. Jumlah itu bisa kembali berkurang menjadi lima hakim konstitusi bila pengajuan banding SK Pengangkatan Patrialis Akbar dan Maria Farida oleh pemerintah gagal.

"Kalau tinggal lima berarti MK tidak bisa berjalan yang berarti proses hukum dalam pemilu akan mati juga," imbuhnya.

Erwin mengatakan, seharusnya panel ahli sudah terbentuk minggu ini atau paling lambat akhir Februari 2014. Tiga lembaga, yaitu Kepresidenan, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial sudah resmi mengajukan nama anggota panel ahli hakim MK.

Dari unsur Kepresidenan, ada nama Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein. Dari unsur Mahkamah Agung, ada nama Bagir Manan. Sementara dari unsur KY, ada nama Achmad Putra Zen, Achmad Sodiki, Syafi'ie Ma'arief, dan Todung Mulya Lubis.

"Presiden sudah siap, MA sudah siap, KY sudah siap. DPR saja yang belum siap," katanya.

Ia mempertanyakan sikap DPR yang dinilainya memiliki itikad buruk untuk mendelegitimasi mahkamah. Terlebih lagi, kata dia, DPR akan reses pada bulan Maret 2014. "Apa DPR tidak memikirkan nasib MK ke depan?," tanyanya.

Seperti diberitakan, setelah UU MK direvisi, ada perubahan dalam proses rekrutmen hakim konstitusi. Ada tiga substansi penting dalam revisi tersebut. Pertama, penambahan persyaratan menjadi hakim konstitusi dengan latar belakang partai politik harus terlebih dulu non-aktif selama minimal 7 tahun dari partainya.

Kedua, soal mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi dari presiden, DPR, dan MA yang harus terlebih dulu di seleksi oleh panel ahli yang dibentuk Komisi Yudisial. Ketiga, soal perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi melalui Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang dipermanenkan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Nasional
Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Nasional
Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Nasional
Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Nasional
Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah ke PSI, Berdampak ke Perolehan Kursi DPRD

Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah ke PSI, Berdampak ke Perolehan Kursi DPRD

Nasional
Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Nasional
Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Nasional
Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com