Seseorang yang menjadi PNS di pemerintah pusat peluang korupsinya sebesar 1:1,1. Sementara itu, peluang korupsi PNS di pemda justru lebih besar, yakni 1:1,6.
”Jadi, berhati-hatilah kepada anak-anak muda supaya tidak terkena korupsi justru oleh atasannya,” kata Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso, Jumat (25/10), dalam Diskusi DPD soal Suap Daerah di Jakarta.
Urutan pelaku
Menurut Agus, berdasarkan riset PPATK pada tahun 2011, 2012, dan semester I-2013 dapat diurutkan pelaku-pelaku korupsi.
”Pada urutan pertama justru anggota staf atau pegawai di pemda, urutan kedua bendaharawan, ketiga baru bupati. Kemudian, urutan keempat pegawai lagi,” ujarnya.
Agus juga mengingatkan, pemimpin daerah biasanya memanfaatkan birokrasi untuk korupsi. Karena itu, PNS di pemda perlu lebih waspada.
Diingatkan Agus, 67 persen kasus pencucian uang juga pada awalnya merupakan kasus korupsi.
”Dari 67 persen kasus pencucian uang itu, ternyata 54 persennya merupakan kasus korupsi di lingkungan pemda. Jadi, cocok dengan data kami bahwa PNS pemda itu lebih mudah terpapar korupsi,” katanya.
Pilkada memicu
Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Bali, I Wayan Sudirta, mengatakan, korupsi di pemda dipicu oleh ketidakberesan dalam pemilihan umum kepala daerah.
”Batasi saja pengeluaran dan sumbangan calon (legislatif) seperti di Amerika. Jadi, tidak otomatis yang kaya atau yang mendapat banyak sumbangan menjadi kepala daerah,” kata Wayan Sudirta.
Bila undang-undang memberi peluang korupsi, katanya, pengawasan juga harus lebih diperketat.
”Nah, masalahnya mana ada, misalnya, Badan Pengawas Pemilu menangkap calon (legislatif) yang terindikasi melakukan politik uang? Mana ada seorang petahana yang terkena kasus bantuan sosial? Hal itu tidak pernah kami temukan,” kata Wayan Sudirta.
Modus korupsi oleh pemda paling banyak juga melibatkan pengadaan barang dan jasa.