BANDAR LAMPUNG, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS Almuzzammil Yusuf menyarankan agar Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi dipermanenkan untuk mengawasi kerja lembaga pemberantas korupsi itu.
Melalui siaran persnya Rabu (3/4/2013), ia mengatakan, kasus bocornya sprindik (surat perintah penyidikan) mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum membuktikan kewenangan KPK telah digunakan secara tidak patut untuk kepentingan si pembocor dan yang memesan bocoran tersebut.
"Tidak mustahil ada pesanan politik dalam pembocoran tersebut. Ini membuktikan KPK juga terdiri dari manusia dengan segala kepentingan subyektifnya. Untuk itu, perlu diawasi oleh publik dan media massa," ujar politisi PKS asal Lampung ini.
Menurut Muzzammil, jika ada lembaga negara dengan kewenangan yang sangat besar (super body) seperti KPK, seharusnya sanksi yang diberikan kepada pelanggar kode etik juga setimpal.
"Jadi, sanksinya tidak boleh sama dengan lembaga dengan kewenangan yang lebih kecil dan terbatas. Jika tidak berimbang, maka ke depan akan sangat berpotensi dilanggar lagi karena sanksinya kecil dan bukan pidana. Hukuman yang rendah seperti ini ke depan bisa dijadikan ajang transaksional kasus korupsi," paparnya.
Untuk itu, kata Muzzammil, perlu adanya aturan yang tegas terhadap pihak tertentu yang membocorkan proses penyidikan yang terjadi di lembaga penegak hukum baik di KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.