Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan MK Putuskan PT Hanya Berlaku di DPR

Kompas.com - 29/08/2012, 22:31 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, menjelaskan bahwa parliamentary threshold (PT) sebesar 3,5 persen yang berlaku secara nasional dapat merampok kedaulatan rakyat di daerah dan bertentangan dengan konstitusi.

Hal tersebut yang mendasari ikhwal pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam memutuskan uji materi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap UUD 1945 yang memutuskan bahwa PT hanya berlaku di DPR.

"Pada dasarnya MK setuju agar parliamentary threshold 3,5 persen, namun penyederhanaan partai harusnya secara alamiah berdasarkan seleksi sendiri oleh rakyat," ujar Ketua MK, Mahfud MD di Jakarta, Rabu (29/8/2012).

Mahfud menjelaskan adanya dua hal yang berbahaya ketika pemerintah dan DPR memberlakukan besaran PT 3,5 persen untuk DPRD Kabupaten/kota.

Pertama, terdapatnya kemungkinan pada suatu daerah jika partai memperoleh suara 3,5 persen. Akan tetapi di tingkat nasional tidak mendapatkan suara 3,5 persen, sehingga secara otomatis kursi parlemen di daerah sebagai imbas dari mendapatkan suara 3,5 persen tersebut akan hilang.

Dia kemudian mencontohkan, Partai Damai Sejahtera mempunyai basis di Sulawesi Utara (Sulut) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) akan tetapi lemah di tingkat pusat. Karena perolehan suara tingkat nasional tidak mendapatkan 3,5 persen, maka kursi yang semestinya didapatkan di tingkat DPRD Sulut dan NTT akan langsung dihabisi/hilang.

"Itu membunuh keberagaman maka kita (MK) batalkan. Nasional 3,5 persen oke, tetapi di daerah itu harus berapapun yang diperoleh harus diberikan kursinya," tegasnya.

Hal yang bahaya di tingkat kedua, ada kemungkinan parliamentary threshold (PT) sebesar 3,5 persen kursi di DPRD itu tidak memenuhi asas keadilan. Misalnya yang ikut Pemilu 2014 mendatang adalah 30 partai, jika masing-masing suara diasumsikan berbagi rata masing-masing mendapat 3,3 persen berarti kursi tidak dibagi. Kalau tidak dibagi berarti bertentangan dengan konstitusi.

Dalam bahasa yang mudah dicerna menurut Mahfud, misal dari 30 partai yang ikut Pemilu 2014 hanya ada beberapa partai besar yang mencapai threshold. Misalnya PDIP mencapai 7 persen, Demokrat 7 persen, Golkar 7 persen, sehingga ada 21 persen. Sementara partai lain tidak mendapatkan kursi karena tidak mencapai threshold.

"Itu bertentangan dengan konstitusi. Kalau sebuah Pemilu tidak menghabiskan kursi yang disediakan untuk diisi rakyat itu tidak adil," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

    Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

    Nasional
    Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

    Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

    Nasional
    KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

    KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

    Nasional
    Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

    Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

    BrandzView
    Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

    Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

    Nasional
    Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

    Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

    Nasional
    Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

    Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

    Nasional
    Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

    Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

    Nasional
    Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

    Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

    Nasional
    TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

    TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

    Nasional
    Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

    Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

    Nasional
    Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

    Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

    Nasional
    Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

    Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

    Nasional
    Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

    Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com